Saturday, February 22, 2020

Samudramanthana dari Sirah Kencong

Kisah Samudramanthana – atau pengadukan Lautan Susu – merupakan salah satu kisah mitologi Hindu yang termuat dalam kitab Adiparwa, yang merupakan bagian dari kisah Mahabharata. Berasal dari India, Samudramanthana telah dikenal luas di daerah-daerah yang dipengaruhi budaya India, termasuk di Kamboja, Thailand, dan Indonesia. Kisah ini telah dikenal oleh masyarakat Jawa, dan telah disalin ke dalam bahasa Jawa Kuno sejak jaman Dharmawangsa Teguh, Raja Mataram Hindu yang memerintah sekitara tahun 991-1016 Masehi.

Samudramanthana menceritakan perburuan air keabadian (Tirta Amrita) di Ksirarwana / Ksira Arnawa (Samudra Susu) yang melibatkan penyu Akupa, naga Basuki, gunung Mandaragiri, para dewa, dan para asura (raksasa). Gunung Mandara digunakan sebagai alat pengaduk Samudra Susu. Kura-Kura Akupa – yang merupakan penjelmaan dewa Wisnu -- menjadi tumpuan Mandaragiri agar tidak tenggelam ke dasar Samudra Susu. Naga Basuki yang melilit Mandaragiri berfungsi sebagai tali untuk mengaduk Samudra Susu. Bagian kepala naga ditarik oleh para asura, sedangkan ekornya ditarik oleh para dewa. Dewa Indra duduk di puncak Mandaragiri, agar gunung tersebut tidak melambung. Dari pengadukan tersebut muncul ratna (benda-benda berharga), dan yang terakhir keluar adalah Dhanwantari, penyembuh surga yang membawa air keabadian Tirta Amrita. Dengan keluarnya Tirta Amrita, rencana para dewa untuk memperoleh Tirta Amrita telah selesai, sehingga mereka mengirim para asura dari surga kembali ke neraka.

Arca Samudramanthana dari Sirah Kencong, disimpan di Museum Nasional
Terinspirasi dari tulisan arkeolog M. Dwi Cahyono tentang arca Samudramanthana dari perkebunan teh Sirah Kencong di lereng barat Gunung Suci Kawi, kabupaten Blitar, Jawa Timur, saya membongkar foto-foto saat saya main ke Museum Nasional di mana arca tersebut disimpan. Ternyata arca tersebut masuk dalam pengamatan saya ketika saya berkunjung ke museum tersebut. Arca batu andesit setinggi kurang lebih 1 meter ini berasal dari abad ke 13-14 Masehi, diperkirakan dari masa kerajaan Majapahit. Arca ini diduga berfungsi sebagai jaladwara (pancuran), karena memiliki lubang di bagian bawah yang tembus ke bagian atas.  Diduga arca ini menaungi sumber air (tuk) yang diyakini sebagai air suci, karena keberadaannya di lereng Gunung Kawi yang dianggap sebagai “gunung suci”.

Bagian bawah arca berupa pedestal berbentuk padma (teratai merekah), perlambang bunga suci seolah menegaskan bahwa benda-benda di atasnya merupakan perangkat keagamaan yang suci. Di atas padmasana terdapat figur Kura-Kura Akupa, sebagai alas putar puncak Mandaragiri. Di sisi luar Mandaragiri berbentuk pahatan tokoh-tokoh yang berperan dalam kisah Samudramanthana. Di atas kepala Akupa terdapat Naga Basuki yang dililitkan pada Mandaragiri. Di sisi kanan Basuki terdapat dewa-dewa, sedangkan di sisi kiri Basuki terdapat para asura. Di bagian atas arca terdapat binatang-binatang mitologis dalam kepercayaan Hindu yang keluar selama proses pengadukan, antara lain sapi Kamadhenu, kuda Ucchaiswara, dan gajah Airawata.

Tugu Pancuran Ampelgading di Museum Trowulan


Arca dari Sirah Kencong bukan satu-satunya peninggalan purbakala di Indonesia yang merekam kisah Samudramanthana. Kisah ini juga dipahatkan pada tugu pancuran yang ditemukan di Ampelgading, Kabupaten Malang, yang saat ini disimpan di Museum Trowulan. Bagian bawah tugu memiliki lubang, dan di atas lubang tersebut berdiri figure Kura-Kura Akupa. Di atas Akupa terdapat tiang persegi empat yang dikelilingi panel berpahat figure dewa-dewa dan para asura. Di atas tiang terdapat ornament pahatan menara-menara kecil yang bertingkat, yang kemungkinan melambangkan Mandaragiri.

Teras Ketiga Candi Sukuh
Sedangkan di Jawa Tengah, kisah Samudramanthana juga divisualisasikan di Candi Sukuh, tepatnya di teras ketiga. Di teras ini terdapat bangunan induk berbentuk piramida terpancung, serta arca kura-kura. Bangunan induk diibaratkan sebagai Mandaragiri yang berfungsi sebagai alat pengaduk Samudra Susu. Arca kura-kura berukuran besar yang terletak di depan bangunan induk merupakan simbol dari Akupa. Candi Sukuh sendiri diduga berasal dari masa akhir kerajaan Majapahit.

Patung "The Churning of The Milk Ocean"
Di Thailand, kisah Samudramanthana divisualisasikan di bandara Suvarnabhumi dalam bentuk patung berukuran besar yang menggambarkan Mandaragiri yang diletakkan di atas Kura-Kura Akupa, dililit oleh Naga Basuki yang berkepala tiga. Bagian kepala Basuki ditarik oleh para asura, sedangkan bagian ekor Basuki ditarik oleh para dewa. Di atas Mandaragiri, berdiri Dewa Indra untuk memastikan gunung tersebut tidak melambung. Patung ini sangat menarik perhatian, karena berukuran cukup besar dan terletak di terminal internasional, tepat setelah penumpang menyelesaikan proses imigrasi dan masuk menuju area duty free shopping.