Saturday, October 2, 2021

Membangkitkan Kembali Batik Wonopringgo

Wonopringgo adalah nama salah satu kecamatan di Kabupaten Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah, kurang lebih di sebelah selatan Kota Pekalongan, yang merupakan salah satu cikal bakal industri batik Pekalongan yang berkembang sekitar abad ke-19. Kala itu industri batik di Wonopringgo demikian pesat, hingga buruh-buruh pabrik gula di Wonopringgo lari ke perusahaan-perusahaan batik, karena upahnya lebih baik daripada pabrik gula. Namun hari ini, hampir tak ada pembatik yang tersisa di Wonopringgo, karena sebagian besar dari mereka (kembali) beralih profesi untuk mencari penghidupan yang lebih baik.


Dalam sebuah kunjungan saya ke Pekalongan bersama komunitas penggemar batik, kami singgah di tempat pak Faleh yang berusaha menghidupkan kembali motif-motif khas Batik Wonopringgo. Di rumahnya yang sederhana di Desa Gondang, Kecamatan Wonopringgo, pak Faleh menerima kami dengan ramah. Beliau menunjukkan berbagai jenis batik Wonopringgo. Secara umum, batik dari Wonopringgo memiliki ciri khas yang berbeda dengan batik Pekalongan yang pada umumnya memiliki warna cerah dengan motif buketan halus. Jenis batik Wonopringgo pada dasarnya dapat dibagi dua jenis. Jenis yang pertama adalah batik katun prima dengan motif besar-besar dan warna yang tegas, seperti biru tua, hijau, coklat, merah marun, dan merah darah. Sekilas batik Wonopringgo jenis pertama ini lebih mirip batik Madura. Sedangkan jenis yang kedua adalah batik katun primissima dengan motif yang lebih halus dan warna yang mirip dengan batik 3 negeri (biru, putih, dan sogan), namun dengan tambahan warna hijau.

Ketika melihat-lihat batik di rumah Pak Faleh, saya melihat sebuah batik yang unik digantung di dinding. Rupanya batik unik ini merupakan hasil eksperimen pak Faleh yang memadukan antara motif batik Pesisiran (gaya Pekalongan) dengan batik Pedalaman (gaya Solo-Yogya) dalam sehelai kain, menggunakan konsep Pagi-Sore. Beliau memadukan motif buket (bunga-bunga) dan liong (naga) yang menjadi ciri batik Pesisiran, dengan motif Parang yang merupakan ciri motif batik Pedalaman. Saya pun meminta ijin pada pak Faleh untuk memotret batik tersebut, sebagai kenang-kenangan kunjungan kami ke rumah pak Faleh. Sungguh merupakan suatu kebanggaan jika karya-karya budaya masa silam dapat dibangkitkan kembali, sekaligus melahirkan kreasi-kreasi baru yang semakin memperkaya budaya negeri kita.


(artikel pernah diposting di www.adirafacesofindonesia.com tanggal 19 Maret 2013)