Sunday, April 30, 2023

Pos Bloc, Dari Kantor Pos Jadi Tempat Nongkrong

Mendengar nama Pos Bloc, hati ini rasanya penasaran. Apalagi bertempat di gedung bekas kantor pos, apakah masih ada hubungannya dengan urusan surat menyurat? Hal ini mendorong saya untuk mampir Pos Bloc Jakarta di daerah Pasar Baru. Selain ingin tahu seperti apa tempat yang (katanya) kekinian, saya – seperti biasa – tidak bisa melihat bangunan kuno tanpa mengetahui sejarah bangunannya.

Pos Bloc Jakarta menempati Gedung Filateli di Jalan Pos No. 2 Pasar Baru, dan mulai beroperasi sejak tanggal 10 Oktober 2021. Konsep dari tempat ini adalah tempat "nongkrong" dengan pilihan kuliner nusantara dan mancanegara, baik makan berat maupun sekadar kudapan ringan. Selain nongkrong sambil menikmati kuliner, pengunjung juga bisa cuci mata melihat barang-barang unik buatan anak negeri, atau melihat toko buku Indie yang menjual buku karya anak negeri. Saat ini Pos Bloc dikelola oleh PT Ruang Kreatif Pos. 

Gedung Filateli Pasar Baru

Berbicara mengenai Gedung Filateli, bangunan ini merupakan bagian dari rangkaian perkembangan aktivitas surat menyurat sejak jaman kolonial Hindia Belanda. Aktivitas surat menyurat modern di Nusantara sejatinya sudah dimulai sejak kehadiran bangsa Eropa di Nusantara. Dengan semakin tingginya arus pengiriman surat dan paket pos, Gubernur Jendral VOC Gustaaf W. Baron Van Imhoff mendirikan Kantor Pos (Postkantoor) pertama di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1746. Bangunan kantor pos pertama tersebut terletak di halaman Stadhuis Batavia, dan saat ini masih berfungsi sebagai Kantor Pos Fatahillah.

Di awal abad ke-19, atas prakarsa Gubernur Jendral Herman Willem Daendels, pusat Kota Batavia dipindahkan dari Kawasan Kota Tua ke Weltevreden. Untuk itu dibangun gedung-gedung baru, termasuk yang diperuntukkan bagi kantor pos. Pada tahun 1835 pusat kegiatan kantor pos dipindahkan ke Waterlooplein, di lantai dasar Istana Daendels (sekarang menjadi Gedung AA Maramis, Departemen Keuangan RI). Baru pada tahun 1860-an pusat kegiatan kantor pos dipindahkan ke bangunan di Posweg (Jalan Raya Pos) di tempat yang sekarang menjadi Gedung Filateli, di antara Schooburg (sekarang Gedung Kesenian Jakarta) dan Kleine Klooster (biara Ursulin, sekarang sekolah Santa Ursula). Penempatan Kantor Pos di Posweg didasarkan atas lokasi yang strategis karena terhubung dengan Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) dan dekat dengan pusat kota Weltevreden sebagai Nieuw Batavia.

Tahun 1912, gedung ini sempat dipugar ulang oleh arsitek Belanda J.F Von Hoytema. Pemugaran berlangsung selama 17 tahun, dan baru selesai pada tahun 1929. Hasil pemugaran ini adalah gedung bergaya arsitektur Eropa yang kental dengan gaya Art Deco, dan merupakan Kantor Pos terbesar di Hindia Belanda. 

Setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, bekas pemerintahan pendudukan Jepang bermaksud menyerahkan Jawatan Pos Telegraf Telepon kepada Sekutu. Namun Angkatan Muda Pos Telegraf Telepon (AMPTT) berupaya mendekati Jepang agar menyerahkan kekuasaan Kantor PTT kepada Republik Indonesia. Karena perundingan gagal dilakukan, maka pada 27 September 1945 AMPTT melakukan perebutan Kantor PTT di Bandung dari tangan Jepang. Tanggal ini yang dikenal sebagai Hari Bakti Pos.

Prasasti Peringatan 27 September 1969

Apa hubungan peristiwa ini dengan Gedung Filateli? Di dalam Gedung Filateli terdapat prasasti peringatan pegawai PTT yang gugur akibat peristiwa di PD II. Peristiwa berdarah di bangunan Pos Bloc saat itu menelan korban jiwa 4 orang petugas Pos, antara lain Imang, Paimin, Sarmada, dan M. Soetojo. Nama-namanya diabadikan dalam sebuah prasasti peringatan yang sekarang ada di dalam bangunan Pos Bloc. Prasasti tersebut tertanggal 27 September 1969, bersamaan dengan peringatan 24 tahun Hari Bakti Pos. Tidak begitu jelas apakah keempat petugas Pos ini termasuk di antara mereka yang gugur dalam perebutan Kantor PTT di Bandung, atau ada peristiwa lainnya.

Pada awal kemerdekaan, Gedung Filateli difungsikan sebagai pelayanan pos, telepon, dan telegram. Dengan berdirinya perkantoran baru berupa Gedung Pos Ibukota (GPI) mejadikan Gedung Kantor Pos Lama Pasar Baru difungsikan sebagai pelayanan filateli dan Kantor Cabang Persatuan Filateli Indonesia di Jakarta. Tahun 1999, Gedung Filateli didaftarkan sebagai bangunan cagar budaya, sehingga menjadi bangunan tua yang terlindungi dan terselamatkan dari penggusuran bangunan kuno. Namun seiring dengan menurunnya aktivitas pos, belum ada ide untuk memanfaatkan gedung tersebut menjadi tempat yang lebih “hidup”.

Tahun 2020-2021, muncul gagasan untuk menjadikan bangunan-bangunan heritage Kantor Pos menjadi ruang public. Gagasan ini terwujud pada tahun 2021, dengan berdirinya Pos Bloc. Nama “Pos” berasal dari fungsi gedung ini sebagai kantor pos, sedangkan “Bloc” merupakan kata Bahasa Inggris yang bermakna blok, dan dimaknai sebagai pusat kegiatan atau berjejaring.

Dan ketika saya mampir di Pos Bloc di saat jam makan siang pada hari kerja, suasana memang tidak terlalu ramai. Namun fungsi tempat ini untuk berjejaring, rasanya sudah berhasil dilakukan. Terdapat banyak tempat makan dan kudapan ringan, yang bisa menjadi meeting point untuk sekadar nongkrong atau berdiskusi. Membayangkan jika saya hadir di akhir pekan atau jika ada event, mungkin tempat ini bisa menjadi sangat penuh.

Kaca Patri, Tribun, dan Brievenbus

Dari tampak luar, sudah terlihat gaya bangunan Art Deco khas awal abad 20. Untuk mengingatkan bahwa tempat ini merupakan kantor pos, di sisi kanan bangunan masih terdapat Brievenbus, atau kotak pos dari masa Hindia Belanda. Masuk ke dalam bangunan Pos Bloc, kita disambut tribun yang biasa digunakan untuk duduk-duduk, atau menonton pertunjukan. Di sisi kiri dan kanan terdapat toko-toko souvenir untuk sekadar cuci mata. Bagian bawah bangunan dilengkapi dengan lantai marmer, seperti aslinya bangunan. Jika kita menghadap ke arah pintu masuk, terdapat kaca patri berwarna warni yang anggun menghiasi gedung.

Ruang Tengah dan Belakang

Saya mencoba menjelajah lebih dalam, sambil melihat-lihat ada makanan apa yang disajikan di gedung ini. Di ruang tengah yang saat ini menjadi pusat kegiatan di Pos Bloc, saya membayangkan dulu tempat ini penuh dengan petugas pos yang sibuk menyortir surat dan paket. Tempat ini juga dilengkapi meja dan kursi, untuk mereka yang sekadar duduk-duduk sambil menikmati kudapan ringan. Di bagian belakang bangunan, ada ruangan yang masih kosong, berhias rangka penunjang atap yang terbuat dari baja. Melihat ruangan masih kosong, gatal rasanya pengen menari keliling ruangan…

PO Box, Bis Surat dan Kantor Pos

Saya masuk ke sayap kiri dan kanan dari bangunan. Di sisi barat, selain terdapat toko buku dan penjual makanan, terdapat kotak pos tempoe doeloe dari jaman Republik, serta laci-laci yang merupakan alamat untuk PO Box. Sedangkan di sisi kiri, selain terdapat penjual makanan, kita juga bisa menemukan Kantor Pos kecil. Yaaa… namanya juga Pos Bloc, tetep harus ada kantor posnya kan?