Friday, October 9, 2015

Batik Pekalongan, Potensi Destinasi Wisata Minat Khusus Budaya


Salah satu jenis wisata minat khusus yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah wisata sejarah dan budaya, dengan mengunjungi tempat-tempat yang bukan merupakan tempat wisata umum, namun memiliki daya tarik yang unik yang membuat para peminat sejarah dan budaya untuk datang ke tempat tersebut. Di Jawa Tengah, salah satu tempat yang potensial untuk dijadikan destinasi wisata minat khusus budaya adalah Pekalongan yang merupakan salah satu sentra batik pesisir di pantai utara Jawa.

Industri batik di Pekalongan telah tumbuh sejak periode 1850-1860. Batik Pekalongan memiliki ciri khas tersendiri, yaitu menggunakan warna-warna cerah dengan pola khas yang merupakan perpaduan pengaruh budaya Jawa, Cina, Arab, dan Eropa. Jenis batik Pekalongan yang populer adalah batik buketan (motif bunga yang dipengaruhi gaya Eropa), batik encim (motif dipengaruh budaya Cina seperti burung hong dan naga) serta batik Djawa Hokokai (motif bunga sakura dan kupu-kupu yang diciptakan pada masa penjajahan Jepang).

Salah satu pengrajin batik encim khas Pekalongan adalah Rumah Batik Liem Ping Wie di Jl. Raya No. 192, Kecamatan Kedungwuni, Kabupaten Pekalongan. Rumah batik ini dikelola oleh putri keenam Liem Ping Wie yang bernama Liem Poo Hien. Jika diperhatikan dengan seksama, batik encim produksi Rumah Batik Liem Ping Wie buatannya lebih halus jika dibandingkan dengan batik encim kebanyakan. Pengunjung Rumah Batik Liem Ping Wie bisa mengunjungi workshop yang terletak di belakang rumah untuk melihat proses pembuatan batik dengan teknik tulis dan cap. Mencanting dan mengoreksi hasil canting yang rusak dikerjakan oleh karyawan perempuan, sedangkan batik cap dikerjakan oleh karyawan laki-laki. Satu helai batik tulis produksi Rumah Batik Liem Ping Wie diproduksi selama 2 tahun, dengan harga mulai dari 2 juta hingga 15 juta, bergantung tingkat kehalusan motif dan kerumitan pembuatannya.

Pengrajin Batik Cap di Workshop Rumah Batik Lim Ping Wie
Jenis batik lain yang juga merupakan khas Pekalongan adalah batik Djawa Hokokai. Batik ini memiliki warna tegas dengan motif bunga sakura dan kupu-kupu yang dipengaruhi budaya Jepang. Ciri khas dari batik ini adalah motifnya yang dibuat “pagi-sore”, di mana dalam satu helai kain panjang memiliki 2 motif batik yang berbeda warna. Motif dengan warna terang digunakan untuk pagi hari, sedangkan motif dengan warna gelap digunakan untuk acara malam hari. Salah satu produsen batik Djawa Hokokai adalah Bapak Fatkhul Huda, yang memiliki workshop di Kecamatan Wiradesa.

Pengrajin Batik Tulis di Workshop Pak Fatkhul Huda
Selain jenis batik Pekalongan yang sudah dikenal masyarakat, terdapat jenis batik Pekalongan yang unik, yaitu batik Jlamprang. Batik ini merupakan kreasi batik yang diilhami motif kain Patola yang dibawa para pedagang dari Gujarat ke Jawa di abad ke-17, yang merupakan komoditi dagang yang digemari golongan masyarakat menengah ke atas. Ketika kain Patola mulai langka di pasaran, para pengusaha batik mencoba meniru motif kain Patola menggunakan proses membatik, yang kemudian disebut Batik Jlamprang. Saat ini hanya tinggal sedikit pengrajin batik Jlamprang di Pekalongan, salah satunya adalah Bapak Umar Qoyiim yang tinggal di daerah Krapyak, Kota Pekalongan.

Batik Jlamprang Kreasi Bapak Umar Qoyiim
Jika waktu kita terbatas untuk berkunjung ke pengrajin di pelosok Kabupaten Pekalongan, kita bisa berkunjung ke Kampung Wisata Batik Kauman dan Kampung Wisata Batik Pesindon yang terletak di Jl. Hayam Wuruk, Kawasan Kota Tua Pekalongan. Kedua kampung batik yang terletak berseberangan ini merupakan cikal bakal industri batik di Pekalongan. Tak hanya melihat-lihat batik, kita bisa cuci mata dengan menikmati arsitektur bangunan-bangunan kuno, serta hiasan motif batik yang dilukiskan di tembok-tembok bangunan.

Lukisan Batik di Lorong di Kampung Wisata Batik Pesindon
Jangan lupa untuk mengunjungi Museum Batik Pekalongan, yang beralamat di Jl. Jetayu No. 1, Kota Pekalongan. Museum yang menempati bangunan bergaya art deco peninggalan masa kolonial Belanda ini memiliki koleksi yang terkait dengan batik, seperti peralatan membuat batik, koleksi batik pesisir dari berbagai daerah, koleksi batik Vorstendlanden (batik pedalaman) dari keraton Yogyakarta dan Surakarta, serta aneka koleksi batik Nusantara dari berbagai daerah di Indonesia. Jumlah koleksi batik museum ini mencapai lebih dari 1000 buah, dan karena keterbatasan tempat harus dipamerkan secara bergiliran. Pengunjung museum juga dapat mengetahui lebih jauh mengenai batik dengan mengunjungi perpustakaan, atau belajar membatik dengan canting tulis atau canting cap di workshop yang terletak di belakang museum.

Pengunjung Museum Belajar Menggunakan Canting

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Visit Jawa Tengah Periode 5.



3 comments:

Gusristiono said...

untuk bisa masuk ke workshop apakah harus ikut tur atau langsung saja datang ke tempat ya?

@tathagati said...

Sebaiknya langsung datang dan minta ijin ke owner toko batik untuk lihat workshopnya mereka

Rina Hidayah said...

wah ternyata mba arini sudah pernah ke tempat saya ya, saya juga dari Pekalongan mba, memang produsen batik di Pekalongan ini jumlahnya sangat banyak jadi persaingan antar pengrajin ini sangat terasa. setiap pegrajin dituntut kreatif dalam menciptakan motif-motif baru agar terus bisa eksis di dunia industri batik