PESAWAT! Kata ini yang
terlintas ketika mobil yang saya kendarai memasuki Kompleks TNI-AU Wonocatur
menuju ke Museum Dirgantara Mandala. Museum Pusat TNI AU ini menyimpan berbagai
benda-benda terkait sejarah TNI Angkatan Udara, dan koleksi favorit
pengunjungnya adalah pesawat-pesawat yang pernah digunakan oleh TNI AU.
A4-Skyhawk di Halaman Museum |
Memasuki halaman depan
museum, saya disambut beberapa pesawat berukuran besar. Pesawat terbesar yang
menarik perhatian saya adalah Tupolev Tu-16 buatan Rusia. Pada masanya, Tu-16
merupakan pesawat pembom strategis yang paling ditakuti, karena merupakan
pesawat dengan teknologi paling canggih, serta memiliki kecepatan tinggi dan
jarak jelajah yang jauh. Pesawat ini terlibat aktif dalam operasi Trikora dan
Dwikora.
Tupolev Tu-16 |
Setelah membeli tiket
masuk seharga Rp 3.000 dan ijin potret Rp 1.000, saya mulai melihat ke bagian
dalam museum. Koleksi museum ini sebagian besar adalah koleksi sejarah TNI
Angkatan Udara Koleksi-koleksi ini terdiri dari surat-surat penting, foto
peristiwa, foto kegiatan operasi militer dan non militer TNI AU, pakaian
seragam TNI AU, dan benda-benda memorabilia dari empat orang perintis TNI AU :
Marsekal Muda Anumerta Iswahyudi, Marsekal Muda Anumerta Abdul Halim
Perdanakusuma, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, dan
Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto. Terdapat juga beberapa diorama
yang menggambarkan berbagai peristiwa penting dalam sejarah TNI AU.
Para Perintis TNI AU |
Di antara koleksi sejarah
TNI AU, mata saya langsung melihat sebuah pesawat ringan yang terletak di dalam
ruangan. Ternyata pesawat ini adalah replika pesawat ringan berawak tunggal
WEL-I RI-X, pesawat buatan Wiweko Soepono yang merupakan pesawat pertama yang
dibuat oleh bangsa Indonesia. Pesawat ini pertama kali diterbangkan pada
tanggal 27 Oktober 1948 di pangkalan udara Maospati Madiun (sekarang pangkalan
udara Iswahyudi). Pesawat ini merupakan replika, karena yang asli hancur ketika
gerbong kereta api yang mengangkut pesawat ini terkena granat pemberontak PKI
Madiun.
WEL-I RI-X Buatan Wiweko Soepono |
Setelah puas melihat-lihat
koleksi sejarah TNI AU, saya bergegas ke bagian hanggar, bagian favorit saya.
Hanggar ini penuh sesak dengan koleksi pesawat yang berjumlah kurang lebih 46
buah. Walaupun koleksinya barangkali belum seperti museum-museum besar di
mancanegara, namun koleksi pesawat di museum ini banyak bercerita kepada kita
mengenai kiprah TNI AU dalam menjaga kedaulatan bangsa kita di udara. Beberapa
pesawat yang wajib dilihat adalah Cureng, P-51 Mustang dan Mig-21. Pesawat
Cureng adalah pesawat latih buatan Jepang produksi tahun 1933, yang menjadi
pesawat pertama berbendera Indonesia yang diterbangkan di wilayah udara
Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1945 oleh Komodor Udara Agustinus
Adisutjipto. Sedangkan pesawat P-51 Mustang buatan Amerika dan Mig-21 buatan
Rusia merupakan pesawat tempur yang handal pada masanya, sehingga pada tahun
1950-1970-an kekuatan udara Indonesia termasuk salah satu yang disegani di
dunia. Di salah satu sudut hanggar, terdapat studio foto yang menyediakan paket
foto mengenakan seragam penerbang dengan latar belakang pesawat. Studio foto
ini laris manis dikunjungi mereka yang ingin berfoto, terutama anak-anak
Salah satu koleksi pesawat
yang patut dilihat adalah C-47 buatan Amerika, atau lebih dikenal sebagai DC-3
Dakota. Dalam sejarah dunia penerbangan, pesawat ini konon adalah pesawat
paling sukses, karena merupakan pesawat yang aman, ekonomis, dan nyaman pada
masanya. Sampai hari ini masih banyak DC-3 yang laik terbang dan digunakan
untuk terjun payung atau joy flight. Salah satu DC-3 yang paling terkenal di
Indonesia adalah RI-001 Seulawah, yang merupakan pesawat angkut pertama milik
Republik Indonesia yang dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh. DC-3 yang
dipasang di museum ini merupakan versi militer, dan karena pintu pesawat
sengaja dibuka, saya bisa melihat interiornya, dan tentunya kondisinya jauh
berbeda dengan pesawat komersil yang kita kenal sekarang.
DC-3 Dakota Versi Militer |
Menjelang pintu keluar
hanggar, di dekat pintu terdapat replika bagian ekor DC-3 Dakota VT-CLA, yaitu
pesawat yang ditembak Belanda pada 29 Juli 1947 di dusun Ngoto, kabupaten
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Peristiwa memilukan ini merupakan aksi
balas dendam pengeboman di Semarang, Salatiga dan Ambarawa yang dilakukan para
kadet AURI pada pagi harinya. Dalam peristiwa ini gugur beberapa tokoh perintis
TNI Angkatan Udara, yaitu Agustinus Adisucipto, Abdulrahman Saleh, dan
Adisumarmo Wirjokusumo.
Akhirnya saya tiba di
ruangan terakhir. Sebelum mampir ke kios cenderamata, saya melihat beberapa
miniatur pesawat, yang merupakan sumbangan dari penggemar miniatur pesawat.
Setelah puas melihat miniatur pesawat dan cenderamata, saya bergegas keluar
museum, karena masih banyak obyek wisata lain di Yogyakarta yang menunggu
kehadiran saya.
(artikel pernah diposting di www.adirafacesofindonesia.com tanggal 19 November 2011)
No comments:
Post a Comment