Monday, August 14, 2017

Museum Dirgantara Mandala, Rekam Jejak Kejayaan Indonesia di Udara

PESAWAT! Kata ini yang terlintas ketika mobil yang saya kendarai memasuki Kompleks TNI-AU Wonocatur menuju ke Museum Dirgantara Mandala. Museum Pusat TNI AU ini menyimpan berbagai benda-benda terkait sejarah TNI Angkatan Udara, dan koleksi favorit pengunjungnya adalah pesawat-pesawat yang pernah digunakan oleh TNI AU.

A4-Skyhawk di Halaman Museum
Memasuki halaman depan museum, saya disambut beberapa pesawat berukuran besar. Pesawat terbesar yang menarik perhatian saya adalah Tupolev Tu-16 buatan Rusia. Pada masanya, Tu-16 merupakan pesawat pembom strategis yang paling ditakuti, karena merupakan pesawat dengan teknologi paling canggih, serta memiliki kecepatan tinggi dan jarak jelajah yang jauh. Pesawat ini terlibat aktif dalam operasi Trikora dan Dwikora.

Tupolev Tu-16

Setelah membeli tiket masuk seharga Rp 3.000 dan ijin potret Rp 1.000, saya mulai melihat ke bagian dalam museum. Koleksi museum ini sebagian besar adalah koleksi sejarah TNI Angkatan Udara Koleksi-koleksi ini terdiri dari surat-surat penting, foto peristiwa, foto kegiatan operasi militer dan non militer TNI AU, pakaian seragam TNI AU, dan benda-benda memorabilia dari empat orang perintis TNI AU : Marsekal Muda Anumerta Iswahyudi, Marsekal Muda Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, dan Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto. Terdapat juga beberapa diorama yang menggambarkan berbagai peristiwa penting dalam sejarah TNI AU.

Para Perintis TNI AU
Di antara koleksi sejarah TNI AU, mata saya langsung melihat sebuah pesawat ringan yang terletak di dalam ruangan. Ternyata pesawat ini adalah replika pesawat ringan berawak tunggal WEL-I RI-X, pesawat buatan Wiweko Soepono yang merupakan pesawat pertama yang dibuat oleh bangsa Indonesia. Pesawat ini pertama kali diterbangkan pada tanggal 27 Oktober 1948 di pangkalan udara Maospati Madiun (sekarang pangkalan udara Iswahyudi). Pesawat ini merupakan replika, karena yang asli hancur ketika gerbong kereta api yang mengangkut pesawat ini terkena granat pemberontak PKI Madiun.

WEL-I RI-X Buatan Wiweko Soepono
Setelah puas melihat-lihat koleksi sejarah TNI AU, saya bergegas ke bagian hanggar, bagian favorit saya. Hanggar ini penuh sesak dengan koleksi pesawat yang berjumlah kurang lebih 46 buah. Walaupun koleksinya barangkali belum seperti museum-museum besar di mancanegara, namun koleksi pesawat di museum ini banyak bercerita kepada kita mengenai kiprah TNI AU dalam menjaga kedaulatan bangsa kita di udara. Beberapa pesawat yang wajib dilihat adalah Cureng, P-51 Mustang dan Mig-21. Pesawat Cureng adalah pesawat latih buatan Jepang produksi tahun 1933, yang menjadi pesawat pertama berbendera Indonesia yang diterbangkan di wilayah udara Indonesia pada tanggal 27 Oktober 1945 oleh Komodor Udara Agustinus Adisutjipto. Sedangkan pesawat P-51 Mustang buatan Amerika dan Mig-21 buatan Rusia merupakan pesawat tempur yang handal pada masanya, sehingga pada tahun 1950-1970-an kekuatan udara Indonesia termasuk salah satu yang disegani di dunia. Di salah satu sudut hanggar, terdapat studio foto yang menyediakan paket foto mengenakan seragam penerbang dengan latar belakang pesawat. Studio foto ini laris manis dikunjungi mereka yang ingin berfoto, terutama anak-anak

Salah satu koleksi pesawat yang patut dilihat adalah C-47 buatan Amerika, atau lebih dikenal sebagai DC-3 Dakota. Dalam sejarah dunia penerbangan, pesawat ini konon adalah pesawat paling sukses, karena merupakan pesawat yang aman, ekonomis, dan nyaman pada masanya. Sampai hari ini masih banyak DC-3 yang laik terbang dan digunakan untuk terjun payung atau joy flight. Salah satu DC-3 yang paling terkenal di Indonesia adalah RI-001 Seulawah, yang merupakan pesawat angkut pertama milik Republik Indonesia yang dibeli dari uang sumbangan rakyat Aceh. DC-3 yang dipasang di museum ini merupakan versi militer, dan karena pintu pesawat sengaja dibuka, saya bisa melihat interiornya, dan tentunya kondisinya jauh berbeda dengan pesawat komersil yang kita kenal sekarang.


DC-3 Dakota Versi Militer
Menjelang pintu keluar hanggar, di dekat pintu terdapat replika bagian ekor DC-3 Dakota VT-CLA, yaitu pesawat yang ditembak Belanda pada 29 Juli 1947 di dusun Ngoto, kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Peristiwa memilukan ini merupakan aksi balas dendam pengeboman di Semarang, Salatiga dan Ambarawa yang dilakukan para kadet AURI pada pagi harinya. Dalam peristiwa ini gugur beberapa tokoh perintis TNI Angkatan Udara, yaitu Agustinus Adisucipto, Abdulrahman Saleh, dan Adisumarmo Wirjokusumo.

Akhirnya saya tiba di ruangan terakhir. Sebelum mampir ke kios cenderamata, saya melihat beberapa miniatur pesawat, yang merupakan sumbangan dari penggemar miniatur pesawat. Setelah puas melihat miniatur pesawat dan cenderamata, saya bergegas keluar museum, karena masih banyak obyek wisata lain di Yogyakarta yang menunggu kehadiran saya.

(artikel pernah diposting di www.adirafacesofindonesia.com tanggal 19 November 2011)

No comments: