Friday, July 19, 2013

[7wonders] Desa Adat Sade Rembitan dan Konservasi Budaya Suku Sasak



Desa Adat Sade Rembitan di Lombok Tengah merupakan salah satu dari 3 desa adat yang menjadi pemukiman Suku Sasak di Lombok. Desa seluas 5 hektar ini konon sudah berdiri sejak 600 tahun yang lalu, dan telah dijadikan tujuan wisata budaya sejak masa Hindia Belanda. Untuk mencapai Desa Sade cukup mudah, karena terletak di tepi jalan utama dari Mataram menuju Pantai Kuta, Kabupaten Lombok Tengah. Dari Kota Mataram, Desa Sade dapat dicapai menggunakan angkutan umum dengan lama perjalanan kurang lebih 1,5 jam. Atau dari Bandara Internasional Lombok, Anda bisa menggunakan taksi atau kendaraan sewa menuju Desa Sade, dengan lama perjalanan hanya sekitar 20 menit. Saat masuk ke Desa Sade, wisatawan akan disambut para pemuda Sasak yang akan menjadi pemandu berkeliling di desa. Wisatawan juga akan diminta mengisi buku tamu dan mengisi sumbangan sekadarnya. 


Rumah Tradisional Suku Sasak
Hal pertama yang akan ditunjukkan para pemandu kepada wisatawan adalah bangunan khas Suku Sasak. Ciri khas dari bangunan Suku Sasak adalah dinding dan tiang terbuat dari bambu, dengan atap yang terbuat dari alang-alang kering. Keistimewaan dari atap alang-alang ini adalah atap tersebut akan menyejukkan bangunan saat cuaca terik, namun sebaliknya memberikan kehangatan di malam hari. Jarak antar bangunan sangat rapat, dan masing-masing bangunan dihubungkan dengan jalan setapak yang tak bisa dilewati kendaraan bermotor.
Wisatawan akan diajak masuk ke dalam Bale Tani, atau rumah tinggal. Nama bangunannya mencerminkan profesi penghuninya sebagai petani. Bale Tani terdiri dari 3 bagian, bagian pertama yang disebut sesangkok terletak di bagian depan rumah dan digunakan untuk ruang tidur orang tua dan anak lelaki. Bagian kedua terletak di lantai atas yang disebut Dalem Bale, dan berfungsi sebagai ruang tidur anak gadis sekaligus sebagai dapur. Di dalam Dalem Bale terdapat bagian ketiga yang disebut Bale Dalam. Ruangan kecil ini digunakan untuk pengantin atau tempat melahirkan. Jumlah Bale Tani di Desa Sade kurang lebih 150 rumah, sama dengan jumlah kepala keluarga di desa tersebut. 


Salah satu keistimewaan dari Bale Tani adalah cara perawatannya. Seminggu sekali lantai Bale Tani digosok dengan kotoran kerbau yang dicampur sedikit air, kemudian setelah kering disapu dan digosok dengan batu. Penggosokkan dengan kotoran kerbau ini berfungsi untuk membersihkan lantai dari debu, memperkuat lantai, serta menghangatkan rumah di malam hari. Masyarakat Sasak percaya bahwa kotoran kerbau tersebut dapat mengusir serangga sekaligus menangkal serangan magis yang ditujukan pada penghuni rumah.
Di depan Bale Tani, terdapat lumbung padi, yang menjadi ikon khas bangunan Suku Sasak. Bangunan ini dibuat di atas empat pilar kayu dengan atap berbentuk topi yang terbuat dari alang-alang. Lumbung ini digunakan untuk menyimpan hasil panen warga untuk kebutuhan pangan selama setahun, dan masing-masing lumbung digunakan untuk menyimpan kebutuhan padi bagi 5 kepala keluarga. Menurut kepercayaan masyarakat Sasak, yang boleh mengambil padi adalah wanita yang telah berkeluarga. Dipercaya jika hal ini dilanggar, maka wanita yang melanggar tidak akan mendapat keturunan.

Adat Istiadat Suku Sasak
Sambil menunjukkan Bale Tani, para pemandu biasanya akan menceritakan pula adat istiadat masyarakat Suku Sasak, salah satunya adalah adat merarik atau selarian. Adat ini adalah ketika seorang jejaka berniat untuk menikah, ia akan melakukan “kawin lari”, dengan menculik gadis yang menjadi calon istrinya. Istilah "kawin lari" bagi suku Sasak berbeda dengan "kawin culik". Pada "kawin lari", telah terjadi kesepakatan antara sang jejaka dengan sang gadis, sedangkan pada "kawin culik", sang jejaka menculik sang gadis secara paksa. Setelah sang gadis dilarikan, beberapa hari kemudian pihak lelaki akan mengirimkan utusan adat untuk melakukan mesejati, atau memberitahukan kepada pihak keluarga perempuan bahwa anak gadisnya sudah diculik dan akan dinikahkan. Selanjutnya akan dilakukan nyelabar, atau kesepakatan mengenai biaya pesta pernikahan.
Menurut adat istiadat Suku Sasak, cara “kawin culik” ini dianggap lebih kesatria dibandingkan dengan melamar secara baik-baik. Walaupun tampaknya mudah untuk dilakukan, namun banyak peraturan dan tata cara yang harus dipenuhi. Antara lain, penculikan harus dilakukan pada malam hari, dan sang jejaka yang akan menculik harus membawa teman atau kerabat sebagai pengecoh dan saksi serta pengiring, supaya proses penculikan tidak terlihat oleh siapapun. Apabila proses penculikan terlihat, sang jejaka akan dikenakan denda oleh pihak perempuan dan pihak desa. Setelah sang gadis berhasil diculik, ia tidak boleh langsung dibawa ke rumah sang jejaka, tetapi ke rumah kerabat pihak laki-laki terlebih dahulu. Selain itu, karena susunan rumah adat Suku Sasak di mana kamar untuk anak perempuan berada di bagian paling dalam dan terletak di tingkat atas, tentunya proses penculikan sang gadis tidak akan mudah dan penuh perjuangan, karena sang jejaka harus melewati sesangkok yang ditempati orang tua sang gadis.

Kain Tenun Sasak
Kunjungan ke Desa Sade belum lengkap jika tidak melihat tenunan karya para wanita di Desa Sade. Bagi masyarakat Suku Sasak, ketrampilan menenun merupakan bagian dari tradisi, di mana terdapat aturan adat bahwa seorang perempuan Sasak tidak boleh menikah jika belum bisa menenun. Ketrampilan ini dimanfaatkan untuk membantu perekonomian keluarga, khususnya jika hasil pertanian kurang baik. Umumnya para wanita Suku Sasak mulai belajar menenun pada usia 7 hingga 10 tahun. Salah satu produk kain tenun yang menjadi ciri khas Suku Sasak adalah kain songket, yang terbuat dari benang emas atau perak yang ditenun bersama benang katun atau sutra.


Pembuatan kain tenun di Desa Sade dimulai dari pemintalan kapas menjadi benang. Benang tersebut kemudian diberi warna dan ditenun menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) yang terbuat dari kayu dan bambu. Pembuatan kain songket sepanjang 2 meter memerlukan waktu pengerjaan antara 1 minggu hingga 1 bulan, bergantung pada tingkat kerumitan polanya. Harga satu lembar kain songket berkisar antara 100 ribu hingga 350 ribu Rupiah. Di berbagai sudut Desa Sade terdapat kios-kios yang menjajakan kain tenun, masing-masing kios merupakan koperasi yang dikelola beberapa orang.

1 comment:

Unknown said...

keren reviewnya cukup bermanfaat nih buat para traveler indonesia yang ingin lebih mengenal banyaknya keindahan alam di negeri kita ini. Permisi saya juga mau share info tujuan wisata lainnya nih , di mohon komentarnya yang membangun. http://resturamadhandream.blogspot.com/2013/08/7-wonders-plengkung-alas-purwo.html