Sunday, March 25, 2018

Bukan Konser Kekinian

Melanjutkan perjalanan kami di Heidelberg, pada hari kedua kami menghabiskan separuh pagi untuk melihat-lihat kampus modern Universitas Heidelberg, sebelum siangnya kami kembali ke Altstadt. Tujuan kami adalah Heiliggeistkirche, atau Church of Holy Spirit. Gereja bergaya Gothic ini terletak di Markplatz, yang merupakan jantung dari Altstadt Heidelberg.
Church of Holy Spirit dilihat dari Kastil Heidelberg
Church of Holy Spirit dilihar dari Markplatz

Sejatinya Church of Holy Spirit bukan gereja pertama yang didirikan di Heidelberg, namun merupakan yang paling populer. Nama gereja ini pertama kali muncul pada sebuah dokumen berangka tahun 1239. Bangunan gereja yang kita kenal sekarang pertama kali didirikan pada tahun 1398 atas perintah Pangeran Ruprecht III, di atas pondasi bangunan gereja yang lebih tua. Gereja ini kemudian dibangun secara bertahap sampai tahun 1544. Selain berfungsi sebagai rumah ibadah, Church of Holy Spirit jug berfungsi sebagai perpustakaan Bibliotheca Palatina, sebelum koleksinya dicuri pada tahun 1623. Setelah sempat dibakar oleh tentara Perancis pada Perang Penerus Palatine, pada tahun 1709 gereja ini dibangun kembali dengan gaya arsitektur Baroque, menjadi bangunan suci ketiga yang didirikan di lahan yang sama. Saat ini menara Church of Holy Spirit merupakan landmark besar yang mudah dilihat dari segala penjuru Kota Heidelberg.

Bagian Dalam dan Altar Church of Holy Spirit
Church of Holy Spirit memiliki peran penting dalam perkembangan Gereja Reformasi di dunia, karena gereja ini merupakan tempat kelahiran Katekismus Heidelberg pada tahun 1563. Katekismus Heidelberg merupakan Katekismus yang paling banyak digunakan oleh Gereja Reformasi di seluruh dunia. Uniknya, gereja ini pernah dipakai baik oleh penganut Kristen Katolik maupun Protestan. Di tahun 1706, pengelola gereja menempatkan partisi di dalam gereja, sehingga baik umat Protestan maupun Katolik dapat menggunakan gereja ini secara bersamaan tanpa saling mengganggu. Partisi ini kemudian disingkirkan pada tahun 1936, dan saat ini gereja digunakan hanya untuk umat Kristen Protestan.

Kunjungan kami ke Church of Holy Spirit tentunya bukan untuk beribadah, melainkan untuk menonton konser orgel. Pengumuman penyelenggaraan konser orgel ini sudah kami lihat satu hari sebelumnya, sebagai rangkaian konser orgel yang diselenggarakan oleh pengelola gereja. Harga tiket masuk untuk setiap orang sebesar EUR 3, dan tentunya harga ini tergolong sangat murah jika dibandingkan dengan harga tiket konser klasik di Eropa yang biasanya berkisar antara EUR 50-85. Ini bukan pertama kali saya melihat orang memainkan orgel, namun menyaksikan secara langsung konser klasik hanya menggunakan orgel tentunya meninggalkan kesan tersendiri.

Daftar Lagu untuk konser hari ini
Setelah membeli tiket masuk, petugas memberi kami daftar lagu yang akan dimainkan. Rupanya hari ini orgelist akan memainkan lagu-lagu dari jaman Baroque. Kami beruntung bahwa di antara lagu-lagu yang dimainkan terdapat beberapa lagu yang cukup popular, termasuk lagu favorit saya Canon in D dari Johann Pachelbel. Karena kami hadir 30 menit sebelum konser dimulai, kami sempat melihat orgel yang akan dimainkan dari dekat.

Orgel yang ada di Church of Holy Spirit aslinya adalah orgel kuno yang direkonstruksi oleh Walcker Orgelbau pada tahun 1903. Setelah itu orgel tersebut sudah beberapa kali mengalami perbaikan lagi, antara lain pada tahun 1954 dengan meredesain suara yang diproduksi serta melakukan elektrifikasi keyboard. Perbaikan dilakukan lagi pada tahun 1981 oleh Steinmeyer, dan pada tahun 1997 oleh Lenter. Jika diperhatikan dari dekat, orgel tersebut memiliki beberapa panel elektrik.

Orgel dan Sistem Perpipaannya
Sebelum konser, kami melihat-lihat di sekeliling ruangan gereja. Di dinding terlihat beberapa batu nisan yang terpasang. Rupanya seperti tradisi gereja-gereja di Eropa, gereja Heidelberg pernah memiliki 54 makam di dalamnya. Namun makam ini sebagian besar rusak saat Perang Penerus Palatine yang menghancurkan Heidelberg di tahun 1693, menyisakan makan Pangeran Ruprecht III dan istrinya Elisabeth von Hohenzollern. Pangeran Ruprecht III diangkat sebagai Raja Jerman pada tahun 1401, dan wafat di Oppenheim pada tahun 1410. Ruprecth III adalah pendiri Universitas Heidelberg pada tahun 1398, sekaligus yang meletakkan batu pondasi gereja Church of Holy Spirit pada tahun 1401. Atas jasanya tersebut, maka jenazah Ruprecht III dibawa ke Heidelberg dan dimakamkan di dalam gereja ini.

Makam Ruprecth III dan Elizabeth von Hohenzollern

Tepat pukul 17.15, Jannick Huffner, orgelist yang akan mempersembahkan konser, membuka konser dengan pidato singkat dalam bahasa Jerman (di mana kami tidak mengerti sepatah kata pun, heeee). Penampilan Huffner yang hanya mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam terkesan sangat sederhana, jauh berbeda dengan para pemain music dalam sebuah konser music klasik di konservatorium yang umumnya menggunakan jas buntut. Setelah menyebutkan daftar lagu yang akan dimainkan, Huffner memulai memainkan orgel.

Jannick Huffner
Ternyata memainkan orgel memerlukan ketrampilan tersendiri. Harus ada koordinasi yang sangat rumit antara tangan dan kaki, apalagi orgel yang dimainkan menggunakan 3 tingkat keyboard. Di salah satu lagu, Huffner bahkan hanya menggunakan kedua kakinya untuk memainkan melodi dengan pedal kaki yang mengeluarkan nada-nada sangat rendah. Di akhir konser, saat mengakhiri lagu Te Deum dari Marc Charpentier, Huffner memberikan tambahan efek suara, sehingga konser hari ini ditutup dengan suasana yang sangat meriah.

Huffner memainkan orgel

2 comments:

Arta Oye said...

cakep, jadi pengen kesana juga :D

Ida Nurfitriana Minsanis said...

Terima kasih sharingnya Mbak. Beneran mupeng 😊😊.
Jadi ingat saya juga pernah punya pengalaman mengunjungi eks bangunan gereja yang terbakar dan menjadi salah satu icon kota Macau, Hong Kong.