Thursday, September 26, 2013

Tirta Gangga, Taman Air dari Masa Lalu

Naik Citilink dari Jakarta ke Denpasar, tentunya banyak yang bisa dilihat. Namun jika ke pantai sudah, wisata belanja ke pasar seni sudah, kuliner sudah, apalagi yang bisa dilihat?

Saya mencoba browsing di internet, dan akhirnya menemukan nama Tirta Gangga. Nama ini terdengar indah, namun tampaknya kurang populer di antara wisatawan domestik. Bahkan hampir semua web yang mengisahkan tentang Tirta Gangga ini menggunakan bahasa Inggris.

Berbekal pengetahuan dari internet, saya dan Ibu saya melakukan perjalanan panjang dari Kuta menuju Tirta Gangga. Setelah menempuh perjalanan 80 km selama 2 jam, tibalah kami di Amlapura, ibukota Kabupaten Karangasem. Tirta Gangga terletak 7 kilometer ke arah utara dari Amlapura, namun tidak mudah untuk menemukannya, karena tempat ini terletak di balik deretan restoran dan penginapan.

Secara harfiah, Tirta Gangga berarti “air dari Gangga”, yang mengambil nama sungai suci umat Hindu di India. Taman air ini dibangun sejak tahun 1937 oleh Ida Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem, raja terakhir dari Kerajaan Karangasem. Karena pembangunan masih dilaksanakan secara tradisional, Tirta Gangga baru selesai dibangun pada tahun 1948. Tanggal 18 September 1948, taman air ini diresmikan oleh P.T.Br.M. Boon, Residen Bali dan Lombok. Saat ini, Tirta Gangga dikelola yayasan di bawah pimpinan Anak Agung Gede Dharma Widoere Djelantik dan Anak Agung Ayu Suryawati Djelantik, cucu langsung dari Raja Anglurah Ketut Karangasem.

Pak Komang, guide yang memandu kami sejak gerbang masuk Tirta Gangga, menjelaskan bahwa taman air Tirta Gangga menempati area 1,2 hektar, dan terdiri dari beberapa kolam. Memasuki pintu gerbang, kami disambut kolam-kolam besar. Di kolam yang terbesar terdapat pulau panjang yang berisi patung-patung buta (raksasa) dalam berbagai bentuk, sehingga pulau ini dikenal juga sebagai “Demon Island”. Untuk menuju pulau tersebut, terdapat 2 buah jembatan berhias naga. Kolam ini dihuni oleh ikan-ikan koi yang tak hanya mempercantik kolam, namun menurut Pak Komang juga menjaga kejernihan kolam karena ikan-ikan tersebut memakan rumput yang ada di dasar kolam. Ketika kami melintas, ikan-ikan koi yang berukuran besar tersebut mendekat ke arah kami, seolah turut menyambut kehadiran kami di Tirta Gangga.

Jembatan Naga menuju Demon Island
 Di sisi kolam yang terbesar, terdapat dua buah kolam yang lebih kecil, yang menjadi pusat keindahan Tirta Gangga saat ini. Kolam yang terdepan memiliki deretan patung-patung tokoh kisah Mahabharata. Di antara patung-patung tersebut, terdapat pijakan kaki yang memungkinkan pengunjung berjalan di atas kolam dan berfoto dengan latar belakang patung-patung tersebut. Tempat ini menjadi favorit wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara.Bersebelahan dengan kolam Mahabharata, terdapat kolam Nawa Sanga, yang terdiri dari air mancur 11 tingkat yang dikelilingi 8 arca, masing-masing arca menghadap ke 8 penjuru mata angin.

Kolam Mahabharata

Pak Komang mengajak kami ke bagian atas dari taman air ini. Kami melewati kolam renang yang bisa dipakai umum, dan saat kami melintas banyak tamu mancanegara yang tengah berenang di kolam tersebut. Setelah melewati beberapa anak tangga, kami tiba di titik tertinggi taman air Tirta Gangga. Di titik tertinggi ini terdapat mata air Rejasa, yang menjadi sumber air yang mengaliri seluruh kolam di Tirta Gangga, sekaligus sebagai sumber irigasi dan kebutuhan air minum di Kota Amplapura. Mata air ini dianggap sebagai air suci, sehingga keberadaannya dilindungi bangunan candi, serta di dekatnya terdapat sanggah untuk beribadah.  Pada hari upacara, penduduk sekitar taman air akan berduyun-duyun menuju ke air suci sambil membawa sesaji dan berbagai atribut upacara lainnya.

Candi yang Menaungi Mata Air
 Sambil menunjukkan  jalan keluar, Pak Komang menjelaskan bahwa karena pernah hancur akibat letusan Gunung Agung di tahun 1963, saat ini wajah  Tirta Gangga tidak sama dengan wajah aslinya saat dibangun. Saat ini sudah banyak tambahan-tambahan seperti patung-patung binatang di dekat pintu gerbang, jembatan naga di “Demon Island”, sepasang patung barong, serta Kolam Saraswati yang menampilkan arca dewi ilmu pengetahuan dan kesenian.

Sebelum meninggalkan Tirta Gangga, saya menyempatkan diri melihat ke arah hamparan sawah yang terletak bersebelahan dengan kompleks taman air ini. Membayangkan di masa lalu Raja Karangasem tengah menatap ke arah taman air yang dikelilingi hamparan sawah yang subur berwarna kehijauan, rasanya sungguh romantis!


Keterangan : Artikel asli dimuat di Citilink Story.