Saturday, January 24, 2015

Wisata Alam Jawa Tengah: Menyaksikan Candi Borobudur "Mengapung" Di Lautan Nirwana

Borobudur Nirwana Sunrise merupakan salah satu destinasi wisata alam di Jawa Tengah. Terletak di Dusun Kerahan, Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, destinasi wisata alam yang lebih dikenal dengan nama Punthuk Setumbu ini menawarkan panorama alam yang unik: mendakit bukit setinggi 400 meter untuk menyaksikan matahari terbit dari balik pasangan gunung Merapi-Merbabu, serta menyaksikan siluet Candi Borobudur yang terbalut kabut, sehingga terlihat seolah mengapung di lautan awan.

Spanduk Selamat Datang di Pintu Masuk Borobudur Nirwana Sunrise
Untuk mencapai Punthuk Setumbu, dari pertigaan pintu gerbang Kawasan Taman Wisata Borobudur, belok ke kiri. Setelah melewati gerbang Hotel Manohara, kurang lebih 200 meter kemudian terdapat perempatan, belok ke kanan mengikuti papan petunjuk ke arah Borobudur Nirwana Sunrise. Ikuti jalan desa yang beraspal kurang lebih 3-4 km, hingga bertemu pertigaan di Desa Karangrejo dan mengikuti petunjuk berbelok ke kanan. Ikuti petunjuk petugas, karena jalan menuju pintu masuk Punthuk Setumbu sempit dan menanjak. Petugas akan memandu Anda menuju tempat parkir.
Setelah tiba di gerbang masuk Punthuk Setumbu, wisatawan diwajibkan membeli tiket masuk. Untuk wisatawan domestic, biaya tiket sebesar Rp 15.000, sedangkan wisatawan mancanegara dikenakan biaya tiket Rp 30.000. Di loket juga terdapat petugas yang menyewakan senter sebagai penerangan untuk melewati jalan setapak sepanjang 300 meter menuju puncak bukit. Siapkan jaket untuk menahan hawa dingin pagi hari, serta kenakan sepatu untuk melakukan pendakian di jalan setapak yang sebagian masih berupa jalan tanah. Khususnya pada 100 meter terakhir, jalan cukup menanjak, sehingga Anda perlu menyiapkan stamina yang prima.

Para Fotografer di Punthuk Setumbu
Di puncak bukit terdapat pelataran sepanjang 200 meter yang merupakan spot tempat memandang matahari terbit. Usahakan untuk tiba di puncak bukit paling lambat pukul 5 pagi, agar Anda bisa menikmati pemandangan terbaik yang disajikan, serta bisa memilih tempat terbaik untuk memandangnya. Kurang lebih pukul 5.15, fajar mulai merekah di ufuk timur. Perlahan-lahan cahaya kuning Sang Surya mulai timbul dari balik gunung Merapi-Merbabu, menerangi pepohonan yang terletak kaki kedua gunung tersebut. Waktu terbaik untuk melihat panorama menakjubkan ini adalah antara bulan Mei-Juli, saat cuaca pada umumnya bersahabat, serta matahari terbit kurang lebih tepat di antara gunung Merapi dan Merbabu. Jika beruntung, Anda juga bisa menyaksikan ray of light dari sinar matahari yang menembus awan.


Siluet Borobudur Dilihat Dari Punthuk Setumbu, Seolah Mengapung Di Lautan Awan
Bersamaan dengan Sang Surya yang terbit dari balik Gunung Merapi, siluet Candi Borobudur, mahakarya kerajaan Mataram Kuno, terlihat semakin jelas. Terletak di arah kanan dari Gunung Merapi, siluet Candi Borobudur terlihat di antara rimbunan pohon dan kumpulan kabut dan awan, membuat Candi Borobudur tampak seperti mengapung di atas awan. Inikah yang disebut dengan nirwana, negeri di atas awan yang penuh kedamaian? Sambil menikmati momen menakjubkan ini, Anda bisa membayangkan diri Anda sebagai Raja Samaratungga dan Gunadarma sang arsitek yang berdiri di puncak bukit untuk mencari lokasi yang tepat bagi candi yang megah tersebut. Jangan lupa membawa kamera untuk mengabadikan momen-momen menakjubkan ini, karena momen lukisan alam ini hanya berlangsung tak lebih dari 1 jam setelah matahari terbit.

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Visit Jawa Tengah Periode 1.


Tuesday, January 13, 2015

Ketika Rahwana Menjadi Tokoh Favorit

Kisah Ramayana karya Walmiki memang berasal dari India berabad-abad yang lalu, namun asimilasi dengan budaya lokal Indonesia telah membuat kisah ini ditampilkan dalam berbagai kreasi kesenian, salah satunya adalah deretan relief di sepanjang dinding Candi Prambanan, Yogyakarta. Relief yang terdapat di sepanjang dinding Candi Syiwa dan Candi Wisnu ini telah mengilhami terciptanya Sendratari Ramayana atau Ramayana Ballet. Sendratari Ramayana pertama kali dipentaskan di panggung terbuka Candi Prambanan, bertepatan dengan malam bulan purnama di bulan Juni 1961. Saat ini pertunjukan Ramayana Ballet dipentaskan secara teratur setiap hari Selasa, Kamis, dan Sabtu di Teater Terbuka pada musim kemarau (antara bulan Mei sampai dengan Oktober), dan di Teater Trimurti yang tertutup pada musim hujan. Namun pada musim liburan, jadwal pertunjukan bisa ditambah dan dilaksanakan setiap hari.

Sabtu, 27 Desember 2014. Hari ini saya akan menonton Ramayana Ballet untuk ketiga kalinya. Ya, ini kali ketiga saya akan menonton sendratari ini. Pertama kali saya menonton Ramayana Ballet adalah pada tahun 2005 di Teater Trimurti, dan kedua kali saya menonton versi yang agak berbeda di Purawisata. Untuk pertunjukan kali ini, niat saya adalah ingin mempertajam ketrampilan saya memotret pertunjukan seni, dan setelah menonton 2 kali, saya yakin Ramayana Ballet tentunya merupakan obyek yang selalu menarik untuk diabadikan.

Satu kendala yang belum berhasil saya pecahkan adalah masalah transportasi ke venue pertunjukan di Candi Prambanan, karena kali ini saya menonton sendirian (berhubung teman seperjalanan saya kali ini lebih memilih menonton konser sebuah grup musik anak muda di tengah Kota Yogyakarta pada waktu yang bersamaan). Betul bahwa saat ini tersedia banyak taksi di Yogya yang bisa mengantar sampai Candi Prambanan, tapi kalau taksinya disuruh menunggu dan argonya tetap menyala, bisa-bisa ongkos transportnya lebih mahal daripada harga tiket pertunjukan Ramayana Ballet. Demikian juga dengan rental mobil, di Yogya hampir tidak ada rental mobil yang bersedia dipakai hanya untuk 3 jam dengan tarif yang masuk akal. Saya mencoba searching di “mbah Gugel”, dan akhirnya saya mendarat di website ini: www.bomanta.com. Pertama kali membaca, saya semula ingin menggunakan jasa rental kendaraan untuk 3 jam saja untuk mengantar saya ke Candi Prambanan, karena saya melihat tarif yang ditawarkan cukup wajar. Namun setelah saya baca lebih teliti, ternyata Bomanta.com juga punya jasa transportation sharing ke Ramayana Ballet Prambanan dengan tarif hanya Rp 50.000 per orang.  Inilah yang saya butuhkan!

Tanpa menunggu lebih lama, saya menghubungi nomor yang ada di website tersebut, dan dijawab seseorang yang mengaku bernama Pak Boma. Setelah saya menjelaskan bahwa saya mau menggunakan jasa transportation sharing ke Ramayana Ballet Prambanan, Pak Boma menjelaskan bagaimana prosedurnya, sekaligus memberi informasi tambahan bahwa saya juga bisa memesan langsung tiket pertunjukan Ramayana Ballet lewat Bomanta.com, dengan harga yang sama sesuai dengan harga resmi. Wah... ini benar-benar seperti sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Langsung saya mengirimkan alamat email via SMS untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Respon yang diberikan cukup cepat, saya dihubungi staf Bomanta.com bernama Rani, yang memberikan informasi lebih detail mengenai posisi tempat duduk di Ramayana Ballet. Setelah membaca informasi yang disampaikan via email, saya pun menutup transaksi dengan memesan 1 tiket Kelas 1 pertunjukan Ramayana Ballet beserta 1 seat untuk transportation sharing. Senangnya berurusan dengan Bomanta.com, timnya sangat komunikatif, bahkan setelah saya mentransfer pembayaran dan mendapat respon bahwa tiket dan sarana transportasi sudah dipesan, masih ada tanya jawab yang lebih detail mengenai jadwal penjemputan dan hal-hal terkait lainnya.

Saat Hari-H, waktu di arloji saya masih menunjukkan pukul 14.30. Tiba-tiba saya ditelpon Pak Bima dari Bomanta.com, yang menyampaikan akan menjemput saya untuk membawa saya ke tempat pemberangkatan transportation sharing di kawasan Pawirotaman, karena dia mengkuatirkan apabila saya dijemput di penginapan pada pukul 18.00 (sesuai janji awal), ada risiko saya (dan rombongan yang sharing transportasi) akan terlambat tiba di Prambanan, mengingat tingkat kemacetan Yogyakarta yang sangat parah di masa liburan, bahkan konon lebih parah daripada saat Hari Raya Idul Fitri. Well... saya tidak perlu menyangkal fakta bahwa saat itu Yogyakarta sangat macet, karena beberapa jam sebelumnya saya sempat mencicipi early traffic jam di Malioboro, padahal waktu baru menunjukkan pukul 10 pagi. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya saya memutuskan bahwa saya akan datang sendiri ke kawasan Pawirotaman dan menunggu di sana. Anyway, killing time is my middle name. Sebagai orang Jakarta yang sudah kenyang menghadapi macet, saya punya banyak cara untuk killing time. Dan mengingat saat itu tingkat kemacetan di Kota Yogyakarta (dan arah ke Prambanan) sangat parah, saya setuju dengan saran Pak Bima, lebih baik saya datang lebih cepat dan menunggu di tempat pemberangkatan di kawasan Pawirotaman. Better waiting than late, right?

Pukul 17.00 di tempat pemberangkatan transportasi ke Prambanan, akhirnya saya bertemu langsung dengan Pak Bima, yang saat itu mengantar dua orang wisman asal Amerika Serikat yang sama-sama akan menonton Ramayana Ballet. Sempat mengobrol sebentar dengan Pak Bima, yang mungkin penasaran kenapa saya bisa menemukan website Bomanta.com. Sayang saya ketemu website Bomanta.com baru-baru saja, coba sudah ketemu sebelum bulan Oktober yang lalu, pasti Bomanta sudah ikut diperkenalkan di buku Tourismpreneurship... Lima belas menit kemudian, transport yang kami gunakan berangkat ke arah Candi Prambanan. Dan setelah blusukan melewati jalan-jalan alternatif, akhirnya kami tiba di tempat pertunjukan 15 menit sebelum pertunjukan dimulai.

Sebelum masuk ke teater terbuka, di halaman depan tempat pertunjukan disajikan tarian singkat yang dibawakan 5 orang penari yang masih belia. Setelah itu penonton mulai memasuki teater terbuka dan duduk sesuai dengan tiket yang sudah dibeli sebelumnya. Karena bersamaan dengan musim libur, wisatawan domestik yang menonton ternyata cukup banyak, kurang lebih separuh dari kapasitas tempat duduk. Ketika saya duduk, terasa hawa di teater terbuka cukup dingin, agak tidak biasa dengan udara Yogya yang umumnya tidak terlalu dingin. Sesaat saya menatap langit, mendung masih menggantung di atas langit. Mudah-mudahan hujan tidak turun pada saat pertunjukan.

Tarian Pembuka di Halaman Depan Tempat Pertunjukan
Tepat pukul 19.30, pembawa acara membuka acara dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Sebelum acara dimulai, mereka memberikan pengantar berupa sejarah kisah Ramayana, yang merupakan kisah dari mitologi Hindu. Tak lupa dijelaskan juga mengenai tokoh Sri Rama yang mewakili karakter baik, dan tokoh Rahwana yang mewakili karakter jahat. Pertunjukan kemudian dimulai dengan episode ketika Sri Rama memenangkan sayembara memanah dan mendapatkan Dewi Sinta. Ketika episode tersebut selesai, gerimis mulai mengguyur teater terbuka! Penonton mulai membuka payung yang dipinjamkan pengelola pertunjukan, dan pertunjukan terpaksa dihentikan, menunggu hujan reda. Setelah 15 menit kemudian, tak ada tanda-tanda hujan reda, sehingga dengan segala kerendahan hati pengelola pertunjukan meminta penonton agar rela pindah ke Teater Trimurti yang tertutup. Hahaha, sekali membeli tiket, bisa nonton di 2 tempat!

Pertunjukan di Panggung Terbuka (sebelum dihentikan akibat hujan)
Pemindahan penonton dari teater terbuka menuju Teater Trimurti yang kapasitasnya lebih kecil membuat penonton harus rela agak berdesak-desakan. Beruntung pengelola pertunjukan sangat sigap menyediakan kursi-kursi tambahan di deretan depan dan tangga teater. Saya kebagian tempat yang “kurang beruntung”, karena saya sebenarnya mengincar kursi depan, namun kebagian duduk di kursi deretan kedua, di belakang sepasang turis Jepang yang cukup tinggi, sehingga sempat menyulitkan saya untuk memotret ke arah panggung. Namun demikian, saya sempat mendapatkan beberapa foto unik hasil memotret dari balik kedua turis Jepang tersebut.

Hasil Memotret Dari Balik Kepala Penonton :)
Pertunjukan kemudian dilanjutkan dengan episode selanjutnya, yaitu Sinta Diculik, dan dilanjutkan dengan 5 episode berikutnya: Hanoman Duta, Hanoman Obong, Kumbokarno Gugur, Rahwana Gugur dan Sinta Obong. Kisah Ramayana yang dibawakan dalam 7 episode ini memang merupakan versi yang singkat dan padat. Karena dilangsungkan di Teater Trimurti, jumlah penari yang mendukung pertunjukan ini hanya 50 orang, tidak sebanyak di teater terbuka yang dapat didukung oleh 250 orang penari.

Rama dan Sinta, Tokoh Utama Ramayana Ballet
Sebagai sendratari (seni drama dan tari), cerita dalam Ramayana Ballet dibawakan melalui gerak tubuh dan ekspresi wajah, dan diiringi oleh musik gamelan secara live. Agar pertunjukan semakin menarik, ditambah berbagai efek pencahayaan dan asap untuk semakin mendramatisir cerita. Tidak kalah menarik, para penari juga menampilkan berbagai ketrampilan dan atraksi yang luar biasa, di antaranya pasukan kera yang berjungkir balik, serta adegan memanah yang ditampilkan secara nyata.

Salah Satu Ekspresi Rahwana
Walaupun di akhir cerita Sri Rama berhasil merebut kembali Dewi Sinta dari Rahwana dengan bantuan Hanoman dan pasukan kera, namun tokoh favorit penonton di pertunjukan kali ini adalah Rahwana. Ya, Rahwana, tokoh antagonis dalam kisah Ramayana yang pada umumnya dibawakan secara garang, telah merebut hati penonton melalui berbagai tingkahnya yang kocak. Seperti ketika Rahwana tengah dimabuk kasmaran dan mencoba merayu Dewi Sinta dengan segala kegenitannya, namun alih-alih yang ia rayu adalah Trijata, keponakannya sendiri. Demikian juga ketika adegan menangkap Hanoman, tiba-tiba Rahwana muncul di belakang kursi penonton sambil menggeram dan “mengancam” salah seorang penonton dengan senjata kerisnya. Kapan lagi bisa melihat Rahwana yang kocak seperti ini?