Di hari ketiga kunjungan kami ke Belitung, setelah menikmati panorama pantai dan desa nelayan di Tanjung Binga, Pak Darwis, pengemudi mobil yang merangkap guide membawa saya, dik Anggi, Fitri dan Fitriah menuju Museum Tanjung Pandan. Museum Tanjung Pandan bukanlah museum baru, karena telah berdiri sejak tahun 1962 sebagai Museum PN Tambang Timah Belitung. Pendirian museum ini diprakarsai oleh Dr. R. Osberger, seorang ahli geologi berkebangsaan Austria. Museum ini menempati sebuah bangunan tua bekas kantor NV Biliton Maatschappij Distrik Tanjungpandan yang terletak di Jl. Melati.
Museum Tanjung Pandan |
Kedatangan kami di Museum Tanjung Pandan disambut sebuah tugu batu yang menggambarkan tangan memegang linggis, seolah mempertegas keberadaan pertambangan timah yang pernah menjadi urat nadi industri di pulau Belitung. Tugu tersebut semula berada di halaman bangunan Jam Gede di Jl. Veteran, dan merupakan tugu peringatan 75 tahun penambangan timah di Belitung. Pada tugu tersebut terdapat prasasti berangka tahun 1926 yang memuat nama-nama pioneer penambangan timah di Belitung.
Tugu Peringatan 75 Tahun Pertambangan Timah di Belitung |
Baru melihat bagian luar bangunan museum, hawa “ja-doel” langsung menyelimuti kami berempat. Saya sempat underestimate, apa yang bisa dilihat di sebuah museum kecil yang "ja-doel" di sebuah kota kecil yang berada di tengah pulau kecil? Ternyata banyak! Karena konsep awal museum ini merupakan Museum Geologi, sebagian besar koleksinya adalah benda-benda terkait pertambangan timah. Di antara koleksi tersebut, terdapat miniatur kapal keruk yang digunakan untuk menambang timah di laut dan sungai, berbagai koleksi contoh batuan dan bijih logam yang ditemukan di Belitung, serta maket berbagai model penambangan timah. Sementara saya sibuk membaca semua keterangan pada koleksi batuan dan bijih logam yang dikumpulkan oleh Dr. Osberger, Fitri sibuk memotret maket-maket model penambangan timah.
Kapal Keruk KM Dendang |
Museum Tanjung Pandan juga memiliki koleksi fauna endemik yang banyak ditemukan di Belitung, baik dalam bentuk awetan maupun binatang hidup. Saya berkesimpulan bahwa fauna endemik yang paling populer di Belitung adalah buaya. Di dalam museum, terpajang awetan buaya betina yang pernah ditemukan di kawasan Gantung pada tahun 1959, yang kemudian diserahkan dan dipelihara di museum ini. Buaya tersebut mati pada tahun 2003 karena sudah tua dan sakit. Sementara itu di kebun binatang mini yang terletak di bagian belakang museum terdapat beberapa koleksi buaya, di mana buaya terbesar yang dipelihara di museum ini adalah buaya yang pernah ikut main dalam film "Laskar Pelangi". Melihat di kandang mereka terdapat beberapa bangkai ayam yang mengapung di permukaan air, rasanya mengerikan membayangkan mereka tengah memakan bangkai-bangkai ayam tersebut. Sementara saya sibuk memotret buaya dan beberapa binatang lainnya yang dipelihara di kebun binatang mini tersebut, dik Anggi dan teman-temannya justru sibuk berfoto narsis dengan latar belakang fasilitas bermain anak-anak yang terletak di halaman belakang museum!
Buaya Yang Ikut Bermain Dalam Film "Laskar Pelangi" |
Koleksi BMKT di Museum Tanjung Pandan |
Salah satu ruangan di museum ini didedikasikan untuk memamerkan koleksi terkait suku Tionghoa yang berada di Belitung, seperti benda-benda dari porselin, perlengkapan sembahyang, dan perabot dengan dekorasi khas Tionghoa. Suku Tionghoa di Belitung merupakan keturunan Tionghoa Hokkien dan Hakka. Kedatangan mereka pertama kali di Belitung adalah pada abad ke-13, ketika Tentara Mongol yang menyerbu Kerajaan Singasari singgah untuk memperbaiki kapal. Sebagian di antara mereka menikah dengan penduduk setempat, dan menjadi cikal bakal penduduk Belitung. Namun gelombang besar kedatangan suku Tionghoa di Belitung baru terjadi pada masa penambangan timah secara besar-besaran di abad ke-19.
Perabot Gaya Tiongkok |
Sesaat sebelum kami meninggalkan museum, penjaga museum menunjukkan sepasang patung singa setinggi 1,5 meter di halaman museum. Patung singa khas Tiongkok atau patung Shishi berwarna kuning ini semula “mengawal” rumah Kapitan Ho A Jun, kepala komunitas Tionghoa pertama pada tahun 1852. Bentuk dan gaya patung Shishi yang ada di museum ini berbeda dengan gaya patung sejenis yang pernah saya lihat di tempat lain. Jika patung Shishi umumnya memiliki ornamen yang detail dan kaya warna, patung Shishi ini justru sangat sederhana. Ini mungkin merupakan representasi masyarakat Tionghoa yang ada di Belitung berasal dari pekerja pertambangan yang sederhana. Sambil memperlihatkan patung tersebut, penjaga museum pun bercerita bahwa konon ketika akan dipindahkan dari halaman rumah yang pernah ditempati Kapitan Ho A Jun di pusat kota Tanjung Pandan, patung ini terasa sangat berat, sehingga mereka menduga patung ini tidak mau dipindahkan dari tempatnya semula. Duh, bikin makin spooky aja....
Patung Shishi Betina |
Kunjungan ke Museum Tanjung Pandan meninggalkan kesan mendalam bagi saya. Bayangkan saja, dalam sebuah museum yang berukuran relatif kecil dengan harga tiket masuk relatif murah, tersimpan begitu banyak koleksi yang merepresentasikan kisah sejarah Pulau Belitung. Apalagi tempat ini juga dilengkapi dengan kebun binatang mini dan area bermain yang bisa menjadi daya tarik bagi keluarga untuk mengunjungi museum ini. Walaupun sebagian besar koleksi masih ditampilkan dengan sederhana, namun penataannya cukup baik dan menarik serta informatif. Saya berharap Museum Tanjung Pandan dapat ditata dengan lebih baik dan lebih modern, tanpa meninggalkan nuansa bangunan tempo doeloe yang merupakan bagian dari sejarah Tanjung Pandan dan Belitung.
2 comments:
Ternyata ada museum yang sayang dilewatkan ya di Belitong. Biasanya yang aku tahu cuman pantai aja wisatanya
Di Belitung, terdapat 4 buah Museum. Museum Tanjung Pandan (Geologi) dan Museum Badau terletak di Kabupaten Belitung (Belitung Barat) dan Museum Kata Andrea Hirata dan Museum Istiqomah Buding di Kabupaten Belitung Timur.
Di Belitung juga terdapat wisata trekking/ adventure seperti Open Pit, Gunong Tajam, Batu Mentas dan Batu Baginda.
Mari jelajahi Belitung dan Pulau-pulau kecil di sekitarnya ��
Post a Comment