Saturday, March 16, 2024

Wisata Pemakaman PD II (5): Ereveld Pandu

Lautan awan yang menggantung di langit Kota Bandung menemani saya melangkahkan kaki dari pintu masuk TPU Pandu, menuju Kompleks Ereveld Pandu. Di pintu masuk TPU Pandu, sudah tertulis bahwa bagi mereka yang akan berkunjung ke Ereveld agar berjalan terus sejauh 100 meter untuk kemudian menekan bel di pintu gerbang. Sesampainya di gerbang Ereveld yang tertutup, saya dibantu salah satu petugas TPU untuk membukakan gerbang Ereveld, sebelum kemudian membunyikan bel memanggil petugas Ereveld.

Ereveld Pandu adalah Taman Makam Kehormatan Belanda yang terletak di tengah-tengah TPU Pandu, tepatnya di Jl. Pandu No. 32, Bandung. TPU Pandu sendiri berdiri pada 1932, lebih tua daripada Ereveld Pandu yang didirikan pada 1948. Ereveld Pandu diresmikan pada 7 Maret 1948 oleh Jendral S.H. Spoor. Pemilihan tanggal tersebut bersamaan dengan peringatan pertempuran Tjiaterstelling di tahun 1942, di mana dalam upacara peresmian Ereveld dilakukan pemakaman kembali 14 jenasah tentara KNIL yang gugur pada pertempuran tersebut. 

Terdapat lebih dari 4000 makam di Ereveld Pandu. Mereka yang dimakamkan di sini adalah mereka yang meninggal di kamp konsentrasi Jepang atau gugur dalam pertempuran selama Perang Dunia II dan di masa Perang Kemerdekaan, baik dari miiter maupun sipil. Antara tahun 1960-1970, sesuai dengan perjanjian sentralisasi Makam Belanda, Ereveld Pandu menerima pemakaman kembali mereka yang semula dimakamkan di ereveld dari Muntok (1960), Palembang (1967), dan Makassar (1968).

Mereka berbaring di bawah naungan Tangkuban Perahu

Saya datang di hari Minggu, sehingga ereveld sangat sepi. Menurut informasi pak Wiradi, petugas jaga malam Ereveld Pandu, Ereveld Pandu banyak menerima pengunjung dari mereka yang ingin berziarah mencari makam kerabatnya, serta dari individu atau rombongan komunitas peminat sejarah. Sekilas melihat, ereveld ini terlihat lebih luas daripada Ereveld Leuwigajah yang saya datangi sebulan lalu, walaupun jumlah makam di Pandu lebih sedikit dibandingkan di Leuwigajah. 

Mirip seperti Ereveld Leuwigajah, Ereveld Pandu juga dilatari pemandangan gunung. Di sisi utara, terlihat jelas siluet Gunung Tangkuban Parahu, walaupun cuaca sedang tidak terlalu cerah. Sedangkan di sisi selatan, terdapat siluet Gunung Halimun, seolah saling berhadapan dengan Gunung Tangkuban Parahu.

Seluas mata memandang, yang terlihat adalah nisan berwarna putih, yang didominasi bentuk salib. Dari bentuk nisannya, dapat diketahui agama dari yang dimakamkan di tempat tersebut. apakah Kristen, Islam, atau Buddha. Jika yang bersangkutan adalah personil militer, biasanya disebutkan pangkat dan asal satuannya. Beberapa makam bertuliskan “Onbekend”, yang berarti “tidak dikenal”. Beberapa makam juga memiliki tulisan yang menjelaskan makam tersebut merupakan pindahan dari ereveld lain. Khusus pemakaman muslim, mereka ditempatkan di blok sendiri dan jenasahnya diatur menghadap kiblat.

Monumen Umum di pintu masuk ereveld

Kekhasan Ereveld Pandu adalah 4 monumen untuk mengenang momen penting, lebih banyak dibandingkan ereveld lain. Monumen pertama adalah monumen umum rancangan A.W. Gmelig Meyling. Monumen ini berdiri di atas platform dan disangga 8 pilar. Di atas monumen terdapat kalimat “Opgerichtter Gedachtenis Aan Hen Die Vielen Als Offer In De Strijd Om Vrede En Recht”, yang bermakna “Dalam kenangan kepada mereka yang gugur berkorban memperjuangkan perdamaian dan keadilan”. Jika di ereveld lain umumnya hanya terdapat 1 monumen peti batu, monumen ini memiliki 2 peti batu yang mengapit tablet granit dengan relief Singa Belanda. Peti batu di sisi kiri diberi lambang helm dan pedang, merupakan monumen bagi “Prajurit Tak Dikenal”. Sedangkan peti batu di sisi kanan diberi lambang obor, merupakan monumen bagi “Warga Sipil Tak Dikenal”.

Monumen KNIL

Monumen kedua adalah Monumen KNIL, yang merupakan replika monumen di Koninklijk Tehuis voor Oud-militairen “Bronbeek” di Arnhem, Belanda. Monumen yang didesain oleh Mrs. Therese de Groot-Haider ini didirikan pada 15 Agustus 1991, menggambarkan Tentara Kerajaan Hindia Belanda (Koninklijke Nederlands-Indische Leger - KNIL) dengan pakaian dinas lapangan, dilengkapi klewang dan pistol carbine yang menjadi ciri khas KNIL. Keberadaan monumen ini di Ereveld Pandu merupakan bentuk ikatan antara KNIL dan Bandung, karena markas besar KNIL terletak di Bandung.

Monumen ketiga adalah Monumen Padalarang yang terbuat dari 5 pilar dan sebuah buku. Monumen ini merupakan peringatan gugurnya 5 musisi dalam kecelakaan pesawat Koninklijke Luchtvaart Maatschappij Interinsulair Bedrijf DC-3 PK-REA tanggal 10 Februari 1948 yang jatuh di Padalarang akibat cuaca buruk. Menurut saksi mata, pesawat terbakar di bagian mesin dan kondisi badai, sehingga pesawat tak terkendali dan jatuh pada pukul 16.05 WIB di dekat lintasan rel antara Stasiun Cilame dan Sasaksaat. Pesawat tersebut membawa 4 awak dan 15 penumpang, bertolak dari Andir menuju ke Kemayoran.

Monumen Musisi Korban Kecelakaan PK-REA

Di antara 15 penumpang, terdapat lima warga sipil yang terdiri dari tiga musisi klasik asal Belanda, yaitu pianis Elisabeth Everts (28 tahun), pemain cello Johan Gutlich (36 tahun), dan violist Rudi Broer van Dijk (22 tahun), eluctionist Francina Geertruida Maria Gerrese (46 tahun), serta seorang pensiunan sersan KNIL Leendert Paay (45 tahun). Mereka datang ke Hindia Belanda sejak bulan Oktober 1947 dalam rangka misi pentas untuk menghibur para serdadu KNIL. Pentas mereka didukung organisasi Nationale Inspanning Welzijnsverzorging Indiƫ (NIWIN), sebuah organisasi amal untuk kesejahteraan pasukan Belanda di Indonesia. Jenasah mereka semula dimakamkan pada tanggal 12 Februari 1948 di Ereveld Parkweg Bandung (sekarang Kampus Unisba). Karena dianggap berjasa menghibur pasukan KNIL, maka pada tanggal 21 Maret 1950 kelima jenasah tersebut dipindahkan ke Ereveld Pandu. Adapun penumpang lainnya yang merupakan anggota ML KNIL dimakamkan di Ereveld Tjililitan, sebelum kemudian dipindahkan ke Ereveld Menteng Pulo.

Monumen Tjiaterstelling

Monumen keempat adalah monumen Tjiaterstelling (Pos Ciater), sebagai bentuk penghormatan terhadap mereka yang gugur ketika melawan Jepang antara 1-8 Maret 1942 di sekitar Subang, Kalijati dan Ciater. Pertempuran Perlintasan Ciater terjadi di antara perkebunan Ciater dan hutan Jayagiri Cikole, berlangsung dari 5 hingga 7 Maret 1942 antara pasukan invasi Jepang melawan pasukan KNIL. Pertempuran ini memperebutkan Perlintasan Ciater yang merupakan garis pertahanan terakhir Batalion 5 KNIL di Bandung, dalam upaya mempertahankan Kota Bandung. Pertempuran berakhir dengan kekalahan pasukan KNIL. Dari 72 orang yang dieksekusi di Ciater, hanya 3 orang yang selamat. Pada 8 Maret 1942 pemerintah Hindia Belanda menyerahkan Hindia Belanda kepada Jepang di Kalijati.

Monumen Tjiaterstelling berbentuk 12 prasasti yang melingkari tiang bendera pada monumen, bertuliskan nama-nama mereka yang gugur di Tjiaterstelling dan Subangtelling. Di pondasi tiang bendera terdapat 12 simbol zodiak dan simbol 4 agama besar di dunia. Sedangkan di dasar tiang terdapat nama-nama tempat pertempuran KNIL: Subang, Ciater, Kalijati, Cihapit, Karees, Batalyon 15, Sukamiskin, Cirebon, Banyumas, Cianjur, dan Preanger.


No comments: