Tuesday, July 10, 2018

(Bukan) Museum Pergamon

Museum Pergamon. Membaca namanya saja sudah membuat tertarik untuk mengunjungi. Museum yang terletak di Kota Berlin ini menyimpan koleksi barang antik, benda-benda dari Timur Tengah, serta kesenian Islam. Koleksi primadonanya adalah Altar Pergamon, Gerbang Ishtar Babilonia, rekonstruksi Gerbang Pasar Miletus dari reruntuhan di Anatolia, serta Fasad Mshatta, membuat saya semakin penasaran untuk mengunjunginya.

Katedral di Sungai Spree
Siang itu kami mendarat di Museumsinsel (Museum Island), sebuah pulau buatan di atas Sungai Spree di tengah Kota Berlin, Tempat ini telah dibangun sejak tahun 1797, dan secara bertahap berdiri museum-museum berikut: Altes Museum (Old Museum), Neues Museum (New Museum), Alte Nationalgalerie (Old National Gallery), Bode Museum, dan Pergamon Museum. Tentu saja, kami sangat ingin melihat Museum Pergamon, museum yang terbaru (walau sudah dibangun sejak 1930) sekaligus yang paling terkenal. Namun ketika kami tiba di bangunan Pergamon Museum, terlihat antrian panjang menanti kehadiran kami. Alamak, panjang antriannya melebihi antrian wahana di Dufan! Akhirnya setelah melihat situasi panjang antrian, kami memutuskan untuk masuk ke Neues Museum yang antriannya tidak terlalu panjang.

Salah Satu Arca Mesir di Neues Museum
Neues Museum merupakan museum kedua yang didirikan di Museuminsel. Dibangun antara tahun 1843 dan 1855, nama Neues Museum diberikan karena sebelumnya di tempat ini sudah ada Konigliches Museum yang berganti nama menjadi Altes Museum. Museum didirikan untuk menampung koleksi yang sudah tidak bisa disimpan di Altes Museum. Bangunan museum dirancang oleh Friedrich August Stuler dengan konsep museum untuk menampilkan adikarya seni seperti lukisan-lukisan dari pelukis Eropa sebelum abad ke-19, serta patung-patung klasik dari masa Yunani dan Romawi kuno.

Lukisan Dinding

Museum sempat tutup ketika Perang Dunia II dimulai pada tahun 1939, dan rusak berat akibat pengeboman Kota Berlin. Sempat ditelantarkan selama bertahun-tahun, pembangunan kembali museum ini sempat dicoba pada tahun 1986, namun terhenti karena peristiwa diruntuhkannya Tembok Berlin dan Penyatuan Jerman. Tahun 2003, pembangunan kembali museum dilakukan di bawah koordinasi arsitek asal Inggris David Chipperfield, hingga museum dibuka kembali pada tahun 2009. Saat ini museum menyimpan tidak kurang dari 6000 koleksi dengan tema Jaman Mesir Kuno, Jaman Pra-Sejarah, dan awal Jaman Sejarah.

Firaun dari jauh
Firaun dari dekat

Setelah bersabar mengantri untuk membeli tiket dan masuk ke bangunan Neues Museum, “masalah” baru muncul: museum ini terdiri dari 4 lantai dan sangat besar, padahal kami bermaksud membatasi waktu kunjungan karena masih mau melihat tempat-tempat lain di Kota Berlin. Akhirnya kami memutuskan untuk berfokus pada koleksi dari masa Mesir Kuno yang terdapat di lantai 1 dan basement museum. Kami meminjam alat audio guide berbahasa Inggris untuk bisa mendapatkan penjelasan lebih detail mengenai koleksi museum. Namun pada kenyataannya, alat yang saya gunakan kurang begitu berfungsi, dan informasi yang saya inginkan ternyata sudah tercantum dalam panel-panel di dekat benda koleksi. Beberapa panel bahkan menjelaskan kondisi ruangan sebelum rusak akibat Perang Dunia II, dan ruangan tersebut masih menyimpan sisa interior dari ruangan museum sebelum Perang Dunia II.

Sisa Interior Bangunan Lama
Salah Satu Kubah Museum
Ini adalah pengalaman pertama saya melihat koleksi sejarah Mesir Kuno dari dekat. Peradaban Mesir Kuno sangat kental dalam mempercayai kekuatan gaib dan kehidupan setelah kematian (afterworld). Untuk itu mereka memiliki cara pemakaman yang diyakini sebagai kebutuhan menjamin keabadian setelah kematian, yaitu mumifikasi (pengawetan tubuh) dan penguburan mayat bersama barang-barang yang akan digunakan almarhum di akhirat. Merinding juga ketika saya melewati serta mengamati beberapa koleksi terkait mumifikasi dan peralatan yang digunakan untuk menyimpan organ tubuh serta barang-barang almarhum di dalam makam.

Peralatan Mumifikasi
Guci untuk menyimpan organ tubuh
Dengan perkembangan peradaban, orang Mesir Kuno meletakkan mayat di dalam sarkofagus (peti mati) berupa batu empat persegi panjang atau peti kayu. Setiap sarkofagus memiliki bentuk yang berbeda, karena didesain dengan menyesuaikan pada status dan profesi jenasah yang dimakamkan pada sarkofagus tersebut. Sebagai contoh, foto berikut menggambarkan sarkofagus yang penuh dengan tulisan hieroglif untuk seorang Djehapimu atau petugas audit kerajaan Mesir Kuno. Walaupun koleksi sarkofagus milik Neues Museum diletakkan di tempat terbuka dan terang benderang, tetap saja ada perasaan merinding saat saya berada di dekat benda tersebut.

Sarkofagus Petugas Audit Kerajaan
Koleksi primadona dari Neues Museum adalah patung dada Ratu Nefertiti dari Mesir. Patung yang menggambarkan permaisuri dari Firaun Akhenaten ini dibuat oleh Thutmose, dengan bahan baku batu kapur yang dicat dengan lapisan stucco. Dipercaya dibuat pada tahun 1345 SM, patung ini merupakan adikarya Mesir kuno yang paling banyak direplika. Nefertiti sendiri merupakan ikon kecantikan, karena digambarkan dengan profil yang memiliki leher jenjang, alis anggun, tulang pipi tinggi, hidung mancung, serta senyum dengan bibir merah merekah. Patung dada ini ditemukan oleh tim arkeologi Jerman yang dipimpin oleh Ludwig Borchardt pada tahun 1912 di Mesir, dan tiba di Jerman pada tahun 1913, sebelum dipajang di Neues Museum hingga masa Perang Dunia II. Dalam perjalanannya, patung ini sempat berpindah-pindah tempat, termasuk di gudang bawah tanah sebuah bank, di tambang garam di Merker-Kieselbach, Museum Dahlem, Museum Mesir di Charlottenburg, dan Altes Museum. Patung dada ini akhirnya kembali ke Neues Museum ketika museum dibuka kembali setelah renovasi pada tahun 2009. Sayang sekali, koleksi primadona ini tidak boleh dipotret, dan dijaga ketat oleh petugas sekuriti.

Koleksi Sarkofagus
Sebelum meninggalkan museum, saya memperhatikan patung-patung yang menjadi hiasan taman di sekitar museumsinsel. Terlihat sebuah patung singa berwarna hitam yang menarik perhatian, sehingga saya langsung memotret dan mempostingnya di social media. Patung singa tersebut buatan August Gaul, seorang tokoh seni Jerman dari masa sebelum Perang Dunia I. Patung ini sebenarnya dilengkapi dengan QR code, dan pengunjung yang memindai QR code tersebut akan mendapat telepon dari sang patung dan menceritakan kisahnya. Namun saya melewatkan kesempatan ini, karena saya terlalu memperhatikan kok patung tersebut mirip patung macan Cisewu ya...

Gaul's Lowe

No comments: