Tuesday, July 17, 2018

Ganesha di Tengah Kebun

Hari ini saya bergabung dengan Indonesia A-Z dan Indoreadgram, komunitas yang bertujuan meningkatkan minat baca lewat berbagi bacaan dan kegiatan literasi, untuk berkunjung ke Museum di Tengah Kebun. Di akhir acara, kami akan melakukan sharing session mengenai menulis pengalaman berkunjung ke museum. Mengapa museum ini yang dipilih menjadi obyek? Museum di Tengah Kebun sangat unik, karena merupakan museum swasta milik perorangan. Museum ini didirikan oleh Bapak Sjahrial Djalil, seorang tokoh periklanan modern Indonesia. Museum ini menempati rumah tinggal pak Iyal (demikian panggilan akrabnya), dengan isi museum adalah koleksi barang antik dan barang bersejarah yang dikumpulkan Pak Iyal sejak masa remajanya.

Setelah seluruh rombongan dari komunitas Indoreadgram tiba, mas Rian, pemandu dari Museum di Tengah Kebun, membuka perjalanan kami dengan penjelasan singkat mengenai museum dan peraturan yang harus kami patuhi selama berkunjung. Dibangun di atas lahan seluas 4200 meter persegi, dan sebagian dibangun menggunakan sisa bangunan bersejarah. Di antaranya terdapat batu bata dari bekas gedung VOC dan bekas gedung metrologi di Tugu Tani, serta engsel pintu dari penjara wanita di Bukit Duri.

Indoreadgram: Baca, Beraksi, Bermedia
Museum ini menyimpan tidak kurang dari 4000 koleksi dari Indonesia dan mancanegara yang disimpan dalam 17 buah ruangan. Pak Iyal mengumpulkan koleksi benda seni ini bukan sekadar untuk memuaskan hasratnya dalam bidang arkeologi, tetapi juga untuk memenuhi cita-cita beliau mengembalikan benda-benda budaya Indonesia yang ada di luar negeri. Khusus koleksi dari luar negeri, pak Iyal memperolehnya dari balai lelang Christie. Beliau tidak mau membeli dari perorangan, untuk menjamin keaslian barang yang diperoleh. Sayangnya, seiring menurunnya kondisi kesehatan pak Iyal, sejak tahun 2012 beliau tidak lagi melakukan perjalanan ke luar negeri untuk mencari benda-benda seni.

Sambil mengantar kami masuk ke ruang pertama, mas Rian menjelaskan bahwa koleksi di Museum di Tengah Kebun tidak ditata secara tematik, melainkan sesuai selera pak Iyal. Nama ruangan disesuaikan dengan koleksi yang paling dominan atau koleksi favorit. Seperti di ruangan pertama, ruangan ini memiliki dua pasang patung loro blonyo, sehingga dinamakan ruang Loro Blonyo. Loro Blonyo menggambarkan sepasang pengantin berbusana Jawa yang diwakili oleh Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Sepasang dewa-dewi ini menggambarkan kemakmuran dan kesuburan, sehingga memasang patung ini di rumah diharapkan dapat membuat penghuni rumah tersebut ketularan berkah kemakmuran dan kesuburan.

Loro Blonyo
Ruangan berikutnya adalah living room yang diberi nama Ruang Buddha Myanmar, dengan keberadaan arca perunggu yang menggambarkan Buddha dan berasal dari Myanmar. namun yang paling menarik perhatian kami justru sofa yang ditata dengan cantik. Kami bergantian berfoto di sofa ini. Sebagai latar belakang, di atas sofa terdapat hiasan kepala rusa dari Madura. Kepala rusa tersebut terbuat dari kayu, namun tanduknya berasal dari rusa. Ruangan ini dilengkapi dengan toilet yang juga dihiasi beberapa benda seni.

Sofa Ruang Buddha Myanmar
Walaupun bernama ruang Buddha Myanmar, ruangan ini juga menyimpan beberapa arca Buddha dari negara lain. Di antara beberapa arca Buddha di ruangan ini, arca yang paling menarik perhatian saya adalah arca Tathagata Aksobya yang terbuat dari perunggu dan disimpan di dalam lemari. Arca yang berasal dari Tibet abad ke-16 ini menggambarkan salah satu dari Lima Buddha Kebijaksanaan dalam aliran Buddha Tantrayana. Saya jarang menemukan arca Buddha yang secara spesifik disebut sebagai Tathagata. “Tathagata” adalah cara Sang Buddha menyebut dirinya sendiri dalam Kitab Pali, dan nama ini sejatinya merupakan asal dari nama belakang saya.

Arca Tathagata Aksobya
Saat kami sibuk melihat koleksi sekaligus berfoto, mas Rian menyampaikan bahwa pak Iyal baru selesai berjemur dan berkenan menemui kami. Satu per satu kami menghampiri pak Iyal dan bersalaman dengan beliau. Karena kondisi kesehatannya, saat ini pak Iyal lebih banyak menghabiskan waktunya di atas kursi roda, dan aktivitas beliau lebih banyak dibantu oleh asisten merangkap perawat. Namun hal ini tidak mengurangi semangat pak Iyal untuk berinteraksi dengan tamu yang mengunjungi Museum. Beliau bahkan bersedia berfoto bersama kami.

Indoreadgram dan Pak Sjahrial Djalil
Setelah berfoto dengan pak Iyal, mas Rian membawa kami ke Ruang Dewi Sri. Ruangan ini merupakan ruang makan, lengkap dengan meja makan dan perangkat makan yang masih digunakan oleh pak Iyal. Ruang makan ini dilengkapi dengan dapur yang juga masih digunakan. Di atas lemari dapur terpasang Patung Penjaga Dapur asal Jawa Timur. Menurut mas Rian, patung tersebut dipasang untuk mengusir pengganggu di dapur, seperti kucing yang suka mencuri makanan.

Patung Penunggu Dapur
Sebelum masuk ke ruang kerja pak Iyal, kami berhenti di jembatan yang melintasi kolam kecil. Di dekat pintu masuk ruang kerja pak Iyal terdapat arca Wisnu yang berasal dari Kedu di abad ke-10. Arca tersebut ditemukan dalam keadaan tertelungkup, dan penduduk memanfaatkan bagian belakang arca untuk mengasah benda-benda tajam. Untuk "menyelamatkan" arca tersebut, pak Iyal "menukar" arca tersebut dengan membangun sekolah dan fasilitas umum.

Arca Wisnu
Setelah melihat ruang kerja pak Iyal yang sekaligus merangkap sebagai perpustakaan dan tempat menyimpan beberapa koleksi, kami diperkenankan masuk ke kamar tidur pak Iyal, di mana pak Iyal tengah beristirahat. Yang istimewa adalah kamar mandinya yang berukuran 9x11 meter, lebih besar daripada ukuran kamar tidurnya. Selain dilengkapi peralatan standar kamar mandi, ruangan ini juga berisi beberapa benda koleksi seni, di antaranya adalah Patung Singa Garuda dari Bali.

Kamar Mandi pak Sjahrial Djalil
Dari kamar tidur pak Iyal, mas Rian membawa kami ke Ruang Khazanah yang menyimpan berbagai koleksi perhiasan serta benda-benda keramik dari Dinasti Tang. Di dekat pimtu masuk Ruang Khazanah, terdapat arca Bodhisatwa Wajrapani. Arca ini buatannya sangat halus dan masih utuh, sehingga harganya sangat tinggi saat dilelang di Balai Lelang Christie. Untuk membeli arca ini, pak Iyal harus menjual 2 apartemennya di Amerika Serikat. Harga arca tersebut (saat itu) setara 1 miliar Rupiah, sehingga bisa jadi arca ini merupakan koleksi termahal di Museum di Tengah Kebun.

Boddhisatwa Vajrapani
Pak Iyal juga banyak mengoleksi keramik dari Jepang dan Tiongkok. Sebagian besar koleksi keramik ini diletakkan di Ruang Tamu. Dari koleksi tersebut terlihat perbedaan keramik asal Jepang dan asal Tiongkok. Keramik asal Jepang umumnya penuh warna, sedangkan keramik asal Tiongkok lebih sederhana. Selain itu terdapat patung Shaulau dari gading yang digunakan untuk mengabadikan wajah leluhur keluarga bangsawan Tiongkok di masa dinasti Ming.

Shaulau Gading
Di balik Ruang Tamu terdapat Ruang Majapahit, yang menyimpan koleksi patung terakota dari masa Majapahit. Patung terakota yang menggambarkan dewa dewi masa Hindu-Buddha merupakan hal yang umum ditemukan di area yang diperkirakan merupakan daerah kekuasaan Majapahit. Namun pak Iyal memiliki satu koleksi unik, yaitu arca terakota Dewi Kwan Im dari masa Majapahit. Ini membuktikan bahwa pada masa itu telah terjadi hubungan antar kedua bangsa.

Arca Dewi Kwan Im dari terakot
Mas Rian kemudian membawa kami menuju ruangan terakhir, yang disebut Ruang Wilhelm. Nama ruangan ini berasal dari lukisan dan patung dada Raja Wilhelm II dari Jerman. Sebagian besar koleksi di ruangan ini merupakan barang-barang dari perak, namun koleksi yang paling menarik adalah miniatur sayur dan buah yang terbuat dari gading gajah. Koleksi dari abad ke-19 di India ini diletakkan di sebuah talam perak dari Perancis.

Miniatur Sayur dan Buah
Akhirnya kami tiba di bagian favorit dari museum ini, yaitu kebun bagian dalam museum. Mas Rian memberi waktu kepada rombongan kami untuk berkeliling kebun selama 30 menit. Di kebun ini terdapat 2 buah gazebo, dan masing-masing menyimpan beberapa benda koleksi. Kebun ini juga dilengkapi dengan kolam renang. Adapun koleksi terbanyak yang dipasang di tengah kebun adalah arca. Sebagian arca tersebut masih dalam keadaan utuh, namun sebagian lainnya ada yang dalam keadaan sudah tidak sempurna.

Kebun Arca
Di antara arca-arca yang tersebar di kebun, yang paling menonjol adalah arca Ganesha berukuran besar yang terletak di balik daun-daunan tepat di seberang gazebo, dan merupakan ikon dari Museum di Tengah Kebun. Arca seberat 3,5 ton yang melambangkan Dewa Ilmu Pengetahuan ini berasal dari daerah Kedu dan diperkirakan pada tahun 800-an. Menurut mas Rian, untuk membawa arca ini dilakukan secara diam-diam di malam hari, agar tidak menimbulkan keributan dengan penduduk sekitar di tempat arca ini ditemukan. Arca ini bukanlah satu-satunya arca Ganesha yang ada di Museum di Tengah Kebun, karena saya menemukan beberapa arca Ganesha lainnya dengan ukuran yang berbeda-beda. Jadi, manakah arca Ganesha favoritmu? Favorit saya tentu saja arca Ganesha yang paling besar!

Mana Ganesha Favoritmu?
Untuk bisa mengunjungi museum unik yang terletak di Jl. Kemang Timur Raya No. 66 ini, pengunjung harus melakukan reservasi minimum 2 minggu sebelum tanggal kunjungan. Tidak ada biaya tiket masuk, namun museum hanya buka setiap hari Sabtu dan Minggu, pukul 09.00-15.00. Pada saat buka pengelola museum hanya menyediakan slot untuk 2 rombongan dengan kapasitas masing-masing rombongan minimum 7 orang dan maksimum 15 orang.

No comments: