Sunday, March 3, 2024

Tarekat Mason Bebas di Nusantara

Secret Society of Batavia, wow… membayangkan di masa Hindia Belanda, ada perkumpulan rahasia di Batavia. Benarkah itu? Perjalanan saya bersama Tour WalkIndies pada awal Oktober 2023 yang lalu akhirnya menguak banyak cerita menarik tentang Perkumpulan Rahasia ini.

Yang dimaksud Perkumpulan Rahasia tersebut adalah “Freemasonry”. Freemasonry (bahasa Belanda: Vrijmetselarij, bahasa Indonesia: Tarekat Mason Bebas,) adalah organisasi persaudaraan yang asal-usulnya tidak jelas dan muncul antara akhir abad ke-16 hingga awal abad ke-17, dan saat ini anggotanya tersebar di seluruh dunia. Freemasonry merupakan organisasi yang sangat eksklusif, tertutup dan ketat dalam penerimaan anggota barunya. Kata mason berasal dari bahasa Prancis, maçon, yang artinya "tukang batu", karena organisasi ini pertama kali dibentuk oleh para “tukang batu” (jaman sekarang profesi tersebut setara dengan insinyur). Persyaratan untuk bergabung dengan Freemason saat itu adalah harus laki-laki, memiliki agama, dan bebas dari perbudakan. Tujuan utamanya adalah membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi. Hal ini mencerminkan tujuan utama Freemasonry untuk membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan standar moral yang tinggi. 

Freemason masuk ke Nusantara sejak tahun 1762, ditandai dengan pendirian loji pertamanya di Batavia, "La Choisie", oleh J.C.M. Radermacher (1741–1783).  Radermarcher dikenal sebagai pendiri organisasi Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (cikal bakal Museum Nasional Indonesia). Di masa Hindia Belanda, Freemason berkembang cukup pesat, didorong faktor banyak tentara Belanda yang ditugaskan ke Hindia Belanda yang merupakan anggota Freemason. 

Sempat surut di masa pendudukan Jepang, ketika Indonesia Merdeka dan dinyatakan berdaulat, Freemason mulai hadir kembali. Antara 1950-1951, banyak loji-loji baru didirikan di Indonesia. Pada tanggal 7 April 1955 didirikan Tarekat Mason Indonesia. Namun keberadaan Freemason di Indonesia tidak berlangsung lama. Tahun 1961, Presiden Soekarno menerbitkan Peraturan Penguasa Perang Tertinggi Republik Indonesia nomor 7 tahun 1961 yang melarang beberapa organisasi yang dianggap bersumber dari luar Indonesia dan tidak sesuai dengan kepribadian nasional, salah satunya adalah “Vrijmetselaren-Logge" (Loge Agung Indonesia). Adanya peraturan ini membuat organisasi Freemason di Indonesia dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang. 

Saat mengikuti tour “Secret Society of Batavia” bersama WalkIndies, kami melihat bukti keberadaan Freemason di Nusantara, yang ditandai dengan simbol-simbol khas pada nisan para anggota Freemason. Simbol pada nisan tersebut dapat ditemui di Museum Taman Prasasti, yang dahulu merupakan pemakaman elite modern dan tertua di dunia, dikenal dengan nama Kebon Jahe Kober. 

Nisan Mayor Schneider dengan Simbol Jangka dan Mistar

Nisan pertama di Museum Taman Prasasti yang memiliki simbol Freemason adalah nisan tembaga dari Mayor Lodewijk Schneider yang wafat tahun 1820. Pada nisan tersebut terdapat simbol jangka dan mistar, dengan atasnya terdapat Segitiga berisi mata, atau “All-Seeing Eye”. Jangka dan mistar merupakan simbol bahwa Tarekat Mason Bebas berawal dari profesi tukang batu. Simbol ini juga dapat dimaknai bahwa para Mason memiliki misi "membangun" kuil kemanusiaan. Sedangkan “All Seeing Eye” merupakan lambang Mata Ilahi yang mengawasi umat manusia, sebagai pengingat bahwa pemikiran dan perbuatan para Mason selalu diawasi oleh Tuhan.

Di Museum Taman Prasasti juga terdapat nisan Olivia Mariamne, istri Sir Thomas Stamford Raffles, Gubernur Jendral Hindia Belanda pada masa penjajahan Inggris. Walaupun tidak dilengkapi simbol Masonik, namun kaitannya dengan Freemason adalah Raffles juga merupakan anggota Mason yang bergabung pada tahun 1812. Uniknya, Raffles dilantik menjadi anggota Mason bukan di Eropa, melainkan di Jawa. Ada yang mengatakan Raffles dilantik sebagai anggota Mason di Loji Virtutis et Artis Amici di Pondok Gede. Tahun 1813, Raffles naik jabatan menjadi Worshipful Master dengan upacara di Loji De Vriendschap di Tunjungan, Surabaya. 

Nisan JH Horst dengan Momento Mori

Tak jauh dari nisan Olivia, terdapat nisan JH Horst, kepala badan survey tanah yang mendesain Willemskerk (sekarang GPIB Immanuel Jakarta), walaupun Horst bukan seorang arsitek. Di atas nisannya terdapat simbol Masonik “Momento Mori” yang berbentuk tengkorak dengan dua tulang bersilang, yang bermakna "mengingat kematian". Melingkari simbol Memento Mori, terdapat ukiran ranting akasia. Ukiran ranting akasia ini berasal dari kisah Hiram Abiff, seorang arsitek kepala di jaman Nabi Sulaiman yang dipercaya memegang kata kunci rahasia Mason. Dalam proses pembangunan Bait Salomo yang dipimpin oleh Abiff, suatu hari terdapat 3 orang yang mencegat Abiff dan meminta kunci rahasia Mason. Abiff tak mau memberikan kata kunci tersebut, sehingga ketiga orang itu membunuhnya dan menyembunyikan jasadnya di puing-puing, kemudian menandainya dengan ranting akasia. 

Nisan Jendral Kohler dengan Ouroboros

Salah satu tokoh militer Hindia Belanda yang juga merupakan anggota Freemason adalah Jendral J.H.R. Kohler, panglima perang Hindia Belanda yang tewas dalam Perang Aceh tahun 1873.  Keterlibatan Kohler dengan Freemason ditandai dengan simbol ular yang menggigit ekornya sendiri atau Ouroboros pada nisannya. Simbol ini bermakna lingkaran siklus kehidupan: kehidupan-kematian-kelahiran kembali. Selain Ouroboros, keterlibatan Kohler dalam Freemason juga ditandai dengan simbol obor terbalik. Nyala obor menandakan kehidupan, namun karena di nisan Kohler obor tersebut diletakkan terbalik, bermakna kematian bagi Kohler. Saat jasad di pemakaman Kebon Jahe Kober dipindahkan dan tempat ini dijadikan museum, jasad Kohler dipindahkan ke Kerkhoff Peucut di Banda Aceh.

Dari Museum Taman Prasasti, tour jalan kaki berlanjut melewati Istana Merdeka, GKI Immanuel, Gedung AA Maramis, dan berakhir di Kantor Pusat Kimia Farma di Jl. Budi Utomo. Bangunan yang didirikan tahun 1830 ini dulu merupakan Loji Bintang Timur (De Ster in het Oosten), salah satu loji Freemason yang digunakan untuk tempat pertemuan. Pada masanya, terdapat tidak kurang dari 20 loji utama Freemason di Nusantara: 14 di Jawa, 3 di Sumatra, serta terdapat di Makassar dan Hollandia (Jayapura). Banyak loji yang ditutup pada masa pendudukan Jepang. Walaupun setelah masa kemerdekaan sempat berdiri beberapa loji baru, semua loji di Indonesia ditutup setelah organisasi Freemason dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

Gedung Kimia Farma, dulunya Loji Bintang Timur

Menariknya, di masa Hindia Belanda, Jl. Budi Utomo tempat berdirinya Loji Bintang Timur ini diberi nama Vrijmetselaars Weg (Jalan Fremason). Namun organisasi Budi Utomo tidak ada hubungannya dengan Freemason, walaupun beberapa tokoh pentingnya merupakan anggota Freemason, seperti Dr. Radjiman Wedyodiningrat dan Pangeran Ario Notodirodjo. Fakta lainnya, Dr. Radjiman bukan pribumi pertama yang menjadi anggota Freemason.  Anggota Freemason pribumi pertama adalah Raden Saleh, pelukis pelopor aliran Romantisme di Nusantara. Raden Saleh diketahui menjadi Freemason ketika menempuh pendidikan di maestro lukis di Den Haag.

Gedung Bappenas, dulunya Loji Adhuc Stat

Tahun 1935, Freemason membuat loji baru di Kawasan Menteng bernama Loji Adhuc Stat, yang kini digunakan sebagai Gedung Bappenas. Bangunannya merupakan desain dari NE Burkoven Jaspers, dan dibangun sejak tahun 1934. Freemason bisa mendapatkan tanah untuk membuat loji, karena walikota Batavia saat itu merupakan anggota Freemason. Masyarakat mengenal gedung Bappenas sebagai Gedung Setan, karena sering dikira sebagai tempat pemujaan setan oleh para anggota Mason.


No comments: