Semarang, ibu Kota provinsi Jawa Tengah. Kota tua di pantai
utara Jawa ini tumbuh seiring dengan majunya perdagangan komoditas perkebunan
di masa kolonial Belanda. Perkembangannya didukung dengan pembangunan De Grote
Postweg di awal abad 19 yang membentang antara Anyer hingga Panarukan, melewati
Semarang.
Sebagai salah satu pusat perdagangan VOC di pantai utara
Jawa, tak mengherankan jika Semarang memiliki berbagai peninggalan arsitektur
dari masa kolonial Belanda, yang terkonsentrasi di Kelurahan Bandarharjo,
Semarang Utara. Kawasan yang dikenal dengan nama “Outstadt” ini dipenuhi dengan
bangunan bergaya arsitektur khas Eropa, yang mengingatkan sebagian orang dengan
suasana negeri Belanda di masa lalu. Tak heran jika Kawasan Kota Tua ini
kemudian dijuluki “Little Nederland”.
Titik awal untuk masuk ke kawasan “Little Nederland” adalah
Stasiun Semarang Tawang. Stasiun Induk Kota Semarang ini merupakan stasiun
kereta api besar tertua di Indonesia, setelah Stasiun Semarang Gudang (yang
saat ini sudah tidak berfungsi). Stasiun Tawang mulai digunakan sejak 1868, namun
bangunan yang sekarang terlihat adalah bangunan hasil renovasi tahun 1911. Di
depan stasiun Tawang terdapat kolam penampungan air atau Polder Tawang, yang
berfungsi untuk mengatur sirkulasi air di Semarang, terutama saat terjadi
banjir rob yang sering melanda kawasan Semarang Utara.
Dari Stasiun Tawang, Anda bisa masuk melalui Jl. Merak atau
Jl. Cendrawasih. Jika melalui Jl. Cendrawasih, Anda akan menemui Gedung
Marabunta. Ciri gedung ini adalah dua buah patung semut Marabunta (semut merah
raksasa) yang terletak di atap gedung. Bangunan ini adalah replika gedung Komedi
Stadschouwburg, yang semula berdiri di atas lahan yang sama. Gedung Komedi
Stadschouwburg menjadi terkenal karena pernah menjadi tempat pementasan Mata
Hari, seorang penari eksotis berkebangsaan Belanda yang dituduh menjadi
mata-mata Jerman pada Perang Dunia I. Jika Anda masuk ke dalamnya terasa
seperti memasuki lorong waktu, karena interior bangunan masih mempertahankan
interior asli gedung Komedi Stadschouwburg, terutama bagian lantai dan
langit-langitnya yang masih terbuat dari kayu.
Sebelum berbelok Jl. Letjen Suprapto, Anda akan melihat satu-satunya
toko oleh-oleh di kawasan Kota Tua Semarang, yaitu Wingko Babat Cap Kereta Api.
Walau dikenal sebagai oleh-oleh khas Semarang, wingko yang terbuat dari kelapa
ini sebenarnya berasal dari Kota Babat, Jawa Timur. Wingko Babat Cap Kereta Api
merupakan produsen wingko pertama di Semarang, yang didirikan oleh Loe Lan Hwa
dan The Ek Tjong. Di toko Wingko Babat Cap Kereta Api, selain membeli wingko,
Anda bisa membeli oleh-oleh khas Semarang lainnya.
Gedung Marabunta |
Lanjutkan perjalanan Anda menelusuri Jl. Letjen Suprapto menuju
Gereja Blenduk. Ikon Little Nederland dengan nama resmi Gereja Protestan di
Indonesia Bagian Barat (GPIB) Immanuel ini tidak memiliki pagar, sehingga
seolah menyatu dengan lingkungan di sekitarnya. Bangunan beratap kubah yang
kita lihat sekarang merupakan hasil renovasi pada tahun 1895, dengan gaya
arsitektur Pseudo Baroque. Gereja ini masih berfungsi sebagai rumah ibadah. Di
luar jam-jam ibadah, Anda bisa melihat ke dalam dengan meminta tolong kepada
petugas, dan membayar biaya kebersihan sebesar Rp 10.000 per orang. Namun jika
Anda tidak ingin masuk, menikmati suasana sejuk di Taman Srigunting yang
terletak bersebelahan dengan Gereja Blenduk pun sudah cukup menarik.
No comments:
Post a Comment