Tuesday, May 22, 2018

Colomadu, Riwayatmu (Tak) Semanis Namamu

De Tjolomadoe. Bangunan bekas pabrik gula Colomadu yang “disulap” menjadi venue pertunjukan dan wisata instagram ini memiliki sejarah cukup panjang, seiring dengan perkembangan bisnis Kadipaten Agung Mangkunegaran di Surakarta. Namun nama Colomadu yang bermakna “gunung madu” ternyata tidak menjamin nasib pabrik gula ini semanis namanya.

De Tjolomadoe dilihat dari Jl. Adisucipto

Pabrik Gula Colomadu
Pabrik Gula Colomadu (PG Colomadu) dibangun oleh KGPAA Mangkunegoro IV sebagai pabrik gula milik pribadi keluarga Mangkunegoro IV. Pendirian pabrik gula ini didasarkan pada kondisi saat itu di mana gula sedang menjadi produk ekspor primadona yang sedang naik daun di pasar internasional. Pabrik ini dibangun mulai 8 Desember 1861, dan diberi nama Colomadu yang bermakna "gunung madu". Pabrik ini merupakan pabrik pertama di Indonesia yang menerapkan teknologi proses Triple Effect Evaporator, yang merupakan teknologi termodern pada masanya. Produk gula dari PG Colomadu ditujukan untuk konsumsi local, serta diekspor ke Belanda, Singapura, dan Bandaneira. Pada masa pemerintahan Mangkunegoro VII, PG Colomadu berkembang pesat, dan menjadi pabrik gula terbesar di Asia.

Tampak Samping ex Pabrik Gula Tjolomadoe
Adanya Revolusi Sosial di Surakarta pada tahun 1946 merupakan kejadian penting yang memicu hilangnya kekuasaan Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran. Tanggal 16 Juni 1946, Pemerintah Republik Indonesia di Yogyakarta mendirikan Karesidenan Surakarta yang membawahi Kotamadya Surakarta, Kabupaten Karanganyar, Wonogiri, Sukoharjo, Klaten dan Boyolali. Berdirinya Karesidenan Surakarta yang diikuti berdirinya pemerintah daerah Kotamadya Surakarta secara otomatis menghapus kekuasaan Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran. Bersamaan dengan berdirinya Karesidenan Surakarta dan dicabutnya hak-hak istimewa Kasunanan Surakarta dan Kadipaten Mangkunegaran, PG Colomadu dan PG Tasikmadu dinasionalisasikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, jauh sebelum program nasionalisasi tahun 1957.

Bangunan pabrik hasil perluasan tahun 1928
Tahun 1947, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 9 tentang Perusahaan Perkebunan Republik Indonesia, yang salah satunya mengatur PG Colomadu menjadi  milik pemerintah Republik Indonesia. Seiring perkembangan jaman,  berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan tanggal 28 April 1981, PG Colomadu berada di bawah pengelolaan PT Perkebunan XV-XVI (Persero) yang berkedudukan di Solo, dan pada tahun 1996 PG Colomadu berada di wilayah pengelolaan PTPN IX. Tanggal 1 Mei 1998, PG Colomadu melakukan penggilingan terakhir, dan akhirnya berhenti beroperasi karena kesulitan bahan baku.

Tugu Mangkunegoro IV
Jasa Mangkunegoro IV dalam mendirikan PG Colomadu diabadikan dalam sebuah tugu bersisi empat dengan patung dada Mangkunegoro IV di atas tugu tersebut. Tugu ini dapat ditemukan di sudut Kompleks Perumahan PG Colomadu yang berseberangan dengan De Tjolomadoe. Sama halnya dengan rumah-rumah dinas bergaya indie yang ditinggalkan dengan kondisi tak terawat,  tugu tersebut juga kurang terawat. Keempat sisi tugu dihiasi dengan prasasti. Salah satu prasasti ditulis dalam bahasa Belanda, dan prasasti lainnya ditulis dengan aksara Jawa. Tulisan dalam bahasa Belanda merupakan peringatan 75 tahun berdirinya PG Colomadu.

De Tjolomadoe
Tanggal 4 April 2017, Menteri BUMN Rini Soemarno melakukan peletakan batu pertama revitalisasi PG Colomadu. Proses revitalisasi dilakukan sebagai bagian dari program sinergi BUMN oleh 4 BUMN: PT PP, PTPN XI, PT Taman Wisata Candi, dan Jasamarga Properti.

Stasiun Gilingan
Tepat 25 Maret 2018, PG Colomadu memiliki wajah baru menjadi wisata convention & heritage seluas 6,4 hektar dengan nama De Tjolomadoe, dan menjadi wahana wisata baru bagi publik. Tempat ini telah menjadi tuan rumah bagi Konser David Foster pada tanggal 24 Maret 2018, serta menjadi venue bagi beberapa event nasional. Beberapa bagian De Tjolomadoe masih mempertahankan beberapa peralatan dan stasiun produksi gula, seperti Stasiun Gilingan, Stasiun Karbonatasi, Stasiun Penguapan, dan Stasiun Ketelan. Saat ini Stasiun Gilingan difungsikan sebagai museum, Stasiun Penguapan difungsikan sebagai arcade shop, Stasiun Karbonatasi difungsikan sebagai Art & Crafts area, Stasiun Ketelan difungsikan sebagai fine dining, dan tempat yang semula merupakan Stasiun Masakan menjadi Tjolomadoe Hall. Adapun tempat perawatan dan perbaikan peralatan digunakan sebagai Cafe Besali, dan Stasiun Ketelan yang digunakan untuk memproduksi kukus digunakan untuk restoran. Pengunjung dapat mengamati sekaligus membayangkan proses pembuatan gula. Sangat disayangkan, saat ini belum tersedia informasi detail tentang pemrosesan gula di masing-masing stasiun tersebut.

Di Stasiun Gilingan masih terpasang mesin-mesin giling yang terbuat dari besi baja buatan Cebr: Stork Co Hengelo tahun 1918. Masih terpasang juga sepasang rel kereta api selebar 1.067 mm, yang menandakan bahwa kereta api merupakan bagian tak terpisahkan dari pabrik gula. Kereta api merupakan sarana mengangkut bahan baku tebu serta produk gula pasir yang siap dikirimkan.

Proses Pembuatan Gula
Proses pembuatan gula di PG Colomadu dilakukan dengan urutan sebagai berikut:  Stasiun Gilingan digunakan untuk memproses batang tebu menjadi nira tebu. Pertama-tama batang tebu yang sudah ditimbang dan diatur masuk ke cane carrier akan dipotong-potong oleh pisau tebu dan dipecah-pecah oleh hammer shredder. Selanjutnya tebu yang sudah dicacah masuk ke mesin gilingan pertama hingga keempat untuk memperoleh nira sebanyak-banyaknya.

Alat Penghancur Tebu di Stasiun Gilingan
Nira tebu kemudian masuk ke tahap pemurnian. Tahapan pemurnian pertama adalah di Stasiun Karbonatasi , di mana nira ditambah susu kapur dan gas karbondioksida. Hasil proses karbonatasi ini kemudian menjalani proses sulfitasi dengan penambahan sulfit. Nira yang sudah menjalani proses sulfitasi kemudian dipisahkan antara bagian nira jernih dengan nira tapis dan padatan kotoran (blotong). Nira tapis kemudian dicampur kembali dengan nira mentah, sedangkan blotong dimanfaatkan sebagai pupuk organic.

Stasiun Karbonatasi
Nira tebu yang sudah lebih jernih kemudian masuk ke Stasiun Penguapan (Triple Effect Evaporator menggunakan Vacuum Pans) untuk mengurangi kandungan air dan mengentalkan nira. Nira kental kemudian masuk ke Stasiun Masakan untuk melalui proses kristalisasi yang mengubah nira tebu menjadi kristal gula. Proses pembuatan gula diakhiri dengan pemisahan kristal gula dari larutan gula (stroop) melalui talang goyang dan saringan. Kristal gula yang sudah berbentuk gula pasir yang kita kenal kemudian dikemas dalam karung berukuran 50 kg.

Stasiun Penguapan
Stasiun Ketelan digunakan untuk membangkitkan kukus (steam) dalam ketel dan kukus tersebut kemudian digunakan untuk menggerakkan mesin-mesin pabrik. Kukus yang digunakan dialirkan dalam bentuk resirkulasi, sehingga memungkinkan dilakukan penghematan terhadap bahan bakar yang dibutuhkan pabrik untuk memproduksi kukus.

Stasiun Ketelan

No comments: