Friday, May 25, 2018

Menambang Angin di Tepi Sungai Zaan

“Za-anse Schan”.

Sepanjang jalan kami berulang kali mencoba menirukan pak Nanto, pengemudi mobil rental yang kami gunakan, yang berusaha mengajarkan cara mengucapkan nama tempat yang kami tuju dengan lafal yang benar, lengkap dengan penekanan pada “ch”-nya. Zaanse Schan merupakan salah satu pemukiman yang terletak di daerah aliran sungai Zaan (Zaanstreek), tepatnya di daerah Zaandam. Tempat ini semula digunakan sebagai schans atau tempat perlindungan rakyat Belanda dari serbuan tentara Spanyol pada masa perang di abad ke-16. Di daerah ini semula terdapat 13 tempat perlindungan, dan Zaanse Schan merupakan tempat perlindungan yang terbesar.

Zaanstreek
Daerah Zaanstreek merupakan salah satu ladang angin tradisional Belanda sejak abad 17, dengan banyaknya kincir angin tradisional yang didirikan di kawasan ini. Zaanse Schan sendiri mulai tumbuh menjadi pemukiman sejak abad 18, bersamaan dengan tumbuhnya industri kapal. Kincir-kincir angin yang ada di Zaanse Schan semula difungsikan untuk mendukung industri kapal tersebut, dan baru digantikan oleh mesin uap pada abad ke-19. Saat ini Zaanse Schan berfungsi sebagai desa wisata yang menjadi salah satu atraksi favorit, dengan obyek wisata berupa rumah-rumah klasik dan kincir angin kuno. Rumah klasik dan kincir angin kuno ini sebagian besar merupakan hasil pemindahan bangunan kuno dari Zaanstrek.

Deretan Kincir Angin di Zaanse Schan
Pak Nanto memarkirkan mobil van yang kami gunakan, kemudian membantu membukakan pintu mobil. Begitu kami keluar mobil, semilir angin dingin langsung menerpa kami. Di kejauhan terlihat kincir-kincir angin (windmolen) khas Belanda. Ah, kali ini saya beneran di negoro Londo! Tak heran tempat ini digunakan sebagai ladang angin, sebab daerah ini memang cukup berangin.

Akhirnya Kesampaian Juga ke Negoro Londo!
Sambil berjalan menuju ke arah deretan kincir angin, kami mampir ke tempat peragaaan pembuatan keju Catharina Hoeve Cheese Farm, yang dibuat sebagai replika peternakan tradisional di Oostzaan. Dijelaskan oleh petugas peraga bahwa pembuatan keju dilakukan dengan memanaskan susu pada suhu 29 derajat Celcius, hingga komposisinya 90% air dan ampas keju 10%. Ampas keju tersebut kemudian ditekan dan disimpan selama beberapa waktu. Untuk menghasilkan keju yang lembut, ampas keju cukup disimpan selama 1 bulan. Namun untuk menghasilkan keju yang keras dan tahan lama, ampas keju dapat disimpan hingga 2 tahun. Untuk melindungi keju, biasanya keju dibungkus dengan beberapa lapisan. Lapisan pertama dibuat dengan bahan yang dapat dimakan untuk melindungi keju dari bakteri, sedangkan lapisan kedua dibuat dari lilin. Keju yang dijual di tempat ini juga memiliki bermacam-macam varian, mulai dari keju muda, keju tua, keju asap, keju susu kambing, keju susu domba, keju jalapeno dll. Sebelum membeli, pengunjung diperkenankan mencicipi sampel yang tersedia. Bagi orang yang tidak suka bereksplorasi dengan makanan, mencicipi aneka keju ini bukan tugas yang ringan, terutama disebabkan aroma keju yang sangat kuat, jauh lebih kuat daripada keju cheddar yang kita temui di tanah air.

Peragaan Pembuatan Keju di Catharina Hoeve Cheese Farm
Dari tempat pembuatan keju, kami melanjutkan perjalanan ke kincir angin. Sepengetahuan kami, kincir angin di Belanda digunakan untuk memompa air atau menggiling gandum. Namun di tempat ini kami mendapat penjelasan bahwa kincir angin itu bisa digunakan untuk keperluan lain, termasuk seperti penggiling mustard, penggiling bahan cat, memotong kayu, dan mengolah minyak. Di Zaanse Schan terdapat 8 kincir angin tradisional dengan fungsi yang berbeda-beda. Kincir-kincir yang terdapat di Zaanse Schan merupakan anggota asosiasi “De Zaansche Molen”. Untuk masuk ke setiap kincir kami harus membayar tiket masuk lagi. Dengan harga tiket yang tidak bisa dibilang murah untuk kocek orang Indonesia, kami memutuskan untuk memilih salah satu kincir saja.

Kincir De Kat Untuk Menggiling Bahan Baku Cat
Akhirnya kami memilih masuk ke kincir Het Jonge Schaap (The Young Sheep) yang digunakan untuk memotong kayu. Kincir ini memiliki tapak bersegi 6, dan bentuknya unik dibandingkan kincir lainnya di daerah Zaan. Secara sekilas, Het Jonge Schaap memiliki ukuran lebih besar dibandingkan kincir-kincir lain di sekitarnya. Kincir aslinya dibangun pada tahun 1680 di Westzijdrveld, Zaandam, dan aktif beroperasi sampai dengan tahun 1935, sebelum dibongkar pada tahun 1942. Antara tahun 2005 sampai dengan 2007 kincir ini direkonstruksi di lokasi baru di Zaanse Schan berdasarkan gambar dari Anton Sipman yang dibuat sebelum kincir yang asli dirubuhkan.

Tempat Pemotongan Kayu
Di dalam kincir Het Jonge Schaap terdapat pemutaran video yang menggambarkan sejarah kincir tersebut. Namun karena keburu bosan, kami langsung masuk ke bagian pemotongan kayu. Ternyata di area tersebut juga tersedia panel yang menjelaskan sejarah kincir Het Jonge Schaap dan cara kerja gergaji raksasa yang digerakkan oleh kincir angin. Dengan bantuan tenaga angin, gergaji raksasa mampu memotong kayu-kayu berukuran besar, yang kemudian didistribusikan melalui sungai.

Rancang Bangun Kincir Het Jonge Schaap
Jam sudah menunjukkan pukul 13.00 waktu setempat, waktunya kami makan siang. Makan siang kami hari ini adalah pancake khas Belanda. Berbeda dengan pancake ala Amerika yang cenderung tebal, pancake Belanda lebih tipis, menyerupai crepes. Pancake ini bisa dimakan polos, dengan taburan gula halus, atau dengan tambahan toping lainnya seperti pisang.

Pancake a la Belanda
Usai makan siang, kami masuk ke workshop pembuatan klompen di dalam gudang “De Vreede” yang semula digunakan oleh perusahaan Molenaar dari Westzaan. Bangunan yang digunakan untuk workshop dibuat pada tahun 1750, dan semula digunakan untuk menyimpan biji gandum dan tembakau. Tempat ini lebih cocok dinamakan museum klompen, karena memuat peragaan dan penjelasan tentang klompen, kelom, atau bakiak khas Belanda ini.

Klompen Aneka Warna
Klompen dibuat dari kayu poppler, sehingga sepatu kayu ini hangat, tahan air, serta sangat kuat. Bahkan diklaim klompen lebih kuat dibandingkan safety shoes yang ada saat ini. Klompen dibuat dengan berbagai desain untuk berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan sehari-hari, untuk bekerja (termasuk pekerjaan berat di pabrik pemotongan kayu), untuk ke gereja, serta untuk pernikahan. Di masa lalu, klompen dbuat menggunakan pisau besar, sehingga 1 sepatu memakan waktu 2-3 jam. Saat ini klompen dibuat dengan mesin, sehingga untuk menghasilkan 1 sepatu hanya dibutuhkan 5 menit. Klompen yang sudah jadi tidak langsung dihias, tetapi harus dikeringkan selama 3-4 minggu di udara.

Peragaan Pembuatan Klompen Dengan Pisau Besar

No comments: