Wednesday, August 9, 2023

Wisata Pemakaman PD II (3): Ereveld Kembang Kuning

Jalan Kembang Kuning barangkali identic dengan pemakaman, khususnya bagi warga Surabaya. Di tempat ini memang merupakan TPU untuk berbagai kepercayaan, termasuk untuk muslim, Nasrani, Tionghoa, dan bahkan ada pemeluk agama Yahudi. Bahkan di salah satu sudut jalan, terdapat kompleks pemakaman elite warga Belanda, yang saat ini tampaknya kurang terurus. Kompleks pemakaman Kembang Kuning dibuka pada tahun 1917 oleh walikota Surabaya G.J. Dijkerman.

Di dalam kompleks pemakaman Kembang Kuning inilah terletak Ereveld (Taman Makam Kehormatan) Kembang Kuning, yang secara resmi beralamat di Jl. Makam Kembang Kuning I Atas. Untuk mencapai Ereveld Kembang Kuning, kita harus masuk lebih dalam lagi ke Kawasan TPU Kembang Kuning, melewati tugu malaikat yang menjadi penanda dibukanya kompleks pemakaman ini pada tahun 1917. Berbelok kiri dari tugu malaikat, tak jauh dari tugu tersebut akan terlihat gerbang bertuliskan “Ereveld Kembang Kuning”. Kami diijinkan masuk oleh petugas, dan dipersilakan memarkir mobil di dalam. Petugas menanyakan apakah saya mau ziarah ke salah satu makam. Saya menyampaikan bahwa saya hanya mau melihat-lihat. Tujuan utama saya adalah melihat monumen Karel Doorman. 

Ereveld Kembang Kuning

Ereveld Kembang Kuning merupakan tempat peristirahatan terakhir bagi lebih dari 5000 korban personil militer dari KNIL, Koninklijke Landmacht, dan Koninklijke Maritime, serta warga sipil yang gugur di kamp konsentrasi di Jawa Timur, yang merupakan korban Periode Bersiap pada tahun 1945. Ereveld Kembang Kuning juga menampung makam yang dipindahkan dari ereveld Tarakan (1964), Kupang (1966), Ambon (1967), Balikpapan (1967), Makassar (1968), dan New Guinea (1974).

Seluas mata memandang, yang terlihat adalah nisan berwarna putih, yang didominasi bentuk salib. Dari bentuk nisannya, dapat diketahui agama dari yang dimakamkan di tempat tersebut. apakah Kristen, Islam, Buddha, atau Yahudi. Jika yang bersangkutan adalah personil militer, biasanya disebutkan pangkat dan dari satuan mana yang bersangkutan berasal. Beberapa makam terlihat bertuliskan “Onbekend”, yang berarti “tidak dikenal”. Beberapa makam juga memiliki tulisan yang menjelaskan makam tersebut merupakan pindahan dari ereveld lain. Khusus pemakaman muslim, mereka dikumpulkan dalam 1 blok tersendiri, dan diatur menghadap ke kiblat.

Petugas makam mengingatkan saya, jika saya akan memotret makam, mohon agar tidak memperlihatkan nama-nama pada nisan. “Aturan” serupa pernah saya dengar sebelumnya, ketika saya berkunjung ke Ereveld Ancol dan Ereveld Menteng Pulo. Alasannya masuk akal: tidak semua ahli waris berkenan nama-nama mereka yang dimakamkan di ereveld beredar secara luas.

Suasana ereveld Kembang Kuning tidak jauh berbeda dengan Ereveld Menteng Pulo. Letaknya menempel dengan pemakaman umum Kembang Kuning, dan dibatasi oleh pagar. Dari jauh terlihat beberapa gedung tinggi yang menjulang ke atas langit Surabaya, walaupun tidak sebanyak gedung pencakar langit yang mengepung Ereveld Menteng Pulo. Suasana sangat hening, namun saya tidak merasa kesepian, karena terlihat beberapa petugas makam tengah melakukan perawatan taman makam.

Monumen Karel Doorman dan Monumen Peti Mati
Untuk Pelaut Tak DIkenal

Tanpa menunggu terlalu lama, saya menelusuri jalan berpaving di bagian tengah ereveld. Dari jauh sudah terlihat bangunan yang menjadi tujuan saya: Monumen Karel Doorman. Monumen ini dirancang oleh W.J.G. Zeedijk dan didirikan pada 7 Mei 1954. Monumen ini menandai peristiwa Pertempuan Laut Jawa pada 27 Februari 1942, di mana saat itu pasukan Belanda dan pasukan Sekutu mengalami kekalahan telak dari pasukan Jepang. Dalam pertempuran tersebut, kapal Hr.Ms. De Ruyter yang ditumpangi Laksamana Karel Doorman ditenggelamkan kapal Jepang Haguro, bersama HMAS Perth, USS Houston, Hr.Ms. Java, dan 915 awak kapal di Laut Jawa. 

Di depan monumen Karel Doorman, terdapat monumen kecil berbentuk peti mati bertuliskan "De Onbekende Zeeman". Monumen ini ditujukan bagi awak kapal yang namanya tak dikenal dan gugur semasa perang. Walaupun monumen kecil itu bukan merupakan peti mati dan hanya terbuat dari batu, namun berdiri di dekat monument tersebut membuat saya merenung sekaligus merinding: berapa banyak korban yang telah jatuh selama masa peperangan, termasuk 915 awak 3 kapal perang Sekutu yang tidak pernah kembali dari Pertempuran Laut Jawa, yang bahkan jasadnya tidak dimakamkan di ereveld ini karena berada di dasar laut.

Di bagian depan monumen, terdapat tiga buah plakat. Plakat pertama adalah penjelasan mengenai Laksamana Karel Willem Frederik Marie Doorman, pimpinan pasukan Komando American-British-Dutch Australian (ABDA) di Pasifik, yang memilih tetap tinggal di atas kapal Hr. Ms. De Ruyter saat kapal tersebut mulai tenggelam akibat tak bisa mengatasi serangan kapal tempur Angkatan Laut Kekaisaran Jepang. Dalam plakat tersebut tertuang perkataan terakhirnya kepada awak kapal: "Ik val aan, volg mij!" (saya sedang menyerang, ikuti saya). 

Di plakat sebelah kiri adalah relief kapal The Seven Province yang dikomandoi Michiel Adriaenszoon de Ruyter, laksamana Angkatan Laut Kerajaan Belanda dari masa Perang Anglo-Belanda di abad ke-17, yang namanya digunakan untuk kapal pemimpin armada Sekutu. Terdapat tulisan yang merupakan kutipan dari Laksamana de Ruyter dalam Bahasa Belanda, yang setelah saya terjemahkan dengan bantuan aplikasi, saya menginterpretasikan artinya bahwa beliau rela melaksanakan perintah dari penguasa negara untuk mempertahankan tanah air, bahkan jika itu harus mempertaruhkan nyawa. Sedangkan di plakat sebelah kiri terdapat relief kapal Hr. Ms. De Ruyter, HMAS Perth, dan Hr. Ms. Java. Tulisan pada plakat menunjukkan bahwa plakat ini didedikasikan untuk menghormati seluruh prajurit Sekutu yang tidak pernah kembali dari Pertempuran Laut Jawa, 27 Februari 1942.

Tampak Belakang Monumen Karel Doorman
dengan Plakat Nama-Nama Awak Kapal yang Gugur
di Pertempuran Laut Jawa
 

Nama-nama 915 awak dari 3 kapal perang yang gugur dalam Pertempuran Laut Jawa tersebut terdaftar dalam 15 prasasti perunggu yang terdapat di sisi belakang monumen Karel Doorman. Di antara nama-nama prajurit tersebut, sekitar 20-30% adalah bangsa Indonesia yang bergabung dengan Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Jadi, sejatinya korban dari pertempuran tersebut bukan semata-mata pasukan Sekutu yang terdiri dari orang-orang Eropa. Bahkan bangsa kita yang saat itu menjadi awak kapal perang Belanda pun turut menjadi korban.

Dalam peristiwa Pertempuran Laut Jawa, Hr.Ms. De Ruyter merupakan kapal pemimpin armada tempat Laksamana Karel Doorman memimpin armada kapal perang Sekutu. Kapten De Ruyter sendiri adalah Eugene Lacomble. Pada malam 27 Februari 1942, armada Komando ABDA disergap oleh kapal perang Angkatan Laut Kekaisaran Jepang Nachi dan Haguro. Beberapa menit setelah Hr. Ms. Java ditorpedo dan tenggelam, Hr. Ms. De Ruyter terkena torpedo yang diluncurkan Haguro pada pukul 23:40. Torpedo tersebut merusak sistim kelistrikan kapal, sehingga awak kapal tidak bisa memadamkan api atau memompa air akibat kebocoran. Hr. Ms. De Ruyter akhirnya tenggelam pada pukul 02:30 dinihari bersama 367 awaknya, termasuk Laksamana Doorman dan Kapten Lacomble. Bangkai Hr. Ms. De Ruyter akhirnya ditemukan pada 1 Desember 2002, dan titik situs tersebut dinyatakan sebagai makam perang.


No comments: